Selasa, 22 Juni 2010
Kabupaten Sragen
Kabupaten Sragen, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya terletak di Sragen, sekitar 30 km sebelah timur Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di utara, Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Karanganyar di selatan, serta Kabupaten Boyolali di barat.
Kabupaten ini sebelumnya bernama Sukowati, nama yang digunakan sejak masa kekuasaan Kerajaan (Kasunanan) Surakarta. Nama Sragen dipakai karena pusat pemerintahan berada di Sragen.
Kawasan Sangiran merupakan tempat ditemukannya fosil manusia purba dan binatang purba, yang sebagian disimpan di Museum Fosil Sangiran.
Sejarah
Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor : 4 Tahun 1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746. tanggal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono yang ke- I menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.
Kronologi dan Prosesi
Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintahan yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala bangsawan muda tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda. Dalam sejarah peperangan tersebut, disebut dengan Perang Mangkubumen ( 1746 - 1757 ). Dalam perjalanan perangnya Pangeran Muda dengan pasukannya dari Keraton bergerak melewati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, Guyang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati.
Di Desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa Pandak, Karangnongko di jadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati, dan Beliau meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat Pemerintahan.
Karena secara geografis terletak di tepi Jalan Lintas Tentara Kompeni Surakarta – Madiun, pusat Pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian sejak tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko.
Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa Lain.
Dengan daerah kekuasaan serta pasukan yang semakin besar Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanaan kepada Kompeni Belanda bahu membahu dengan saudaranya Raden Mas Said, yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari, yaitu kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, dimana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-1 dan perjanjian Salatiga tahun 1757, dimana Raden Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta.
Selanjutnya sejak tanggal 12 Oktober 1840 dengan Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu serat Angger – angger Gunung, daerah yang lokasinya strategis ditunjuk menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu Lintas Barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen.
Perkembangan selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Residen Surakarta baron de Geer ditambah kekuasaan yaitu melakukan tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen. Kemudian berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.
Sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang.
Selanjutnya sejak Sunan Paku Buwono VIII dan seterusnya diadakan reformasi terus menerus dibidang Pemerintahan, dimana pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada zaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.
Dan Akhirnya memasuki Zaman Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia , Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.
Motto : Aman Sehat Rapi Indah (ASRI)
Provinsi : Jawa Tengah
Ibu kota : Sragen
Luas : 946,49 km²
Penduduk :
· Jumlah 860.000 (2003)
· Kepadatan 909 jiwa/km²
Pembagian administratif :
· Kecamatan 20
· Desa/kelurahan 208
Dasar hukum : UU No. 13/1950
Tanggal -
Bupati : Untung Wiyono
(periode ke-2)
Kode area telepon : 0271
DAU : Rp. 306.460.000.000
Kecamatan Di Sragen
01. Kalijambe
02. Plupuh
03. Masaran
04. Kedawung
05. Sambirejo
06. Gondang
07. Sambungmacan
08. Ngrampal
09. Karangmalang
10. Sragen
11. Sidoharjo
12. Tanon
13. Gemolong
15. Sumberlawang
16. Mondokan
17. Sukodono
19. Tangen
20. Jenar
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sragen
Sumber Gambar:
http://abjateng.net46.net/dati2.php?k=SRAGEN
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sragen
http://galery-sragen.blogspot.com/
http://galery-sragen.blogspot.com/
http://www.indonesiaindonesia.com/imagehosting/images/35321/1_sragen1.jpg
http://www.mahesajenar.com/2006/10/perjalanan_mudik.html
Potensi Ekonomi Kabupaten Sragen
Kabupaten Sragen merupakan kabupaten di Propinsi Jawa Tengah tempat ditemukannya fosil manusia purba, tepatnya di daerah Sangiran. Daerah ini dapat dikatakan sebagai daerah penyangga kota Surakarta. Produk-produk pertanian Kabupaten Sragen sebagian besar disuplai ke kota Surakarta.
Sektor pertanian cukup dominan bagi perekonomian Kabupaten Sragen. Sumbangannya terhadap PDRB daerah itu mencapai 41,09 persen. Beberapa produk pertanian, yaitu padi, kacang tanah, dan mangga, berperan cukup signifikan bagi produksi komoditi tersebut di tingkat Jawa Tengah. Bahkan jumlah produksi mangga Kabupaten Sragen merupakan yang terbesar di Jawa Tengah.
Untuk tanaman bahan pangan, komoditi andalannya adalah padi, ubi kayu, dan jagung. Sedangkan kacang tanah, meskipun merupakan andalan daerah ini di tingkat propinsi, namun jumlah produksinya bukan tiga besar. Produksi tiga jenis bahan pangan ini relatif merata di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Sragen. Namun terdapat kecamatan dengan produksi masing-masing bahan pangan terbesar, yaitu Kecamatan Sidoharjo sebagai kecataman yang terbesar memproduksi padi, Kecamatan Mondokan adalah produsen terbesar ubi kayu, dan Kecamatan Sumberlawang sebagai produsen terbesar jagung di Kabupaten Sragen.
Untuk sayur-sayuran, komoditi andalannya adalah cabe, kacang panjang, dan terong. Namun produksinya tidak termasuk signifikan di tingkat Jawa Tengah.
Salah satu andalan daerah ini di tingkat propinsi adalah komoditi buah-buahan terutama mangga. Produksi mangga juga merupakan yang terbesar dibanding komoditi buah-buahan lainnya di Kabupaten ini. Komoditi andalan lainnya adalah pisang dan melon. Kecamatan andalan untuk produksi mangga adalah Sumberlawang, andalan untuk produksi pisang adalah Sidoharjo, dan andalan untuk produksi melon adalah Sambung Macan.
Pada subsektor perkebunan, komoditi andalan daerah ini adalah tebu. Produksinya mencapai 387 ribu ton. Kecamatan andalan tanaman tebu adalah Jenar dengan produksi 144 ribu ton, Tangen dengan produksi 62 ribu ton, dan Gesi 53 ribu ton. Ketiga kecamatan ini cocok dijadikan sebagai klaster perkebunan tebu.
Kabupetan Sragen juga menghasilkan berbagai produk peternakan. Populasi ternak yang cukup signifikan antara lain Sapi 77.748 ekor, Domba 70.714 ekor, Kambing 70.507, Ayam Ras 2.628.149 ekor, dan Ayam Kampung 715.131 ekor.
Selain pertanian, sektor andalan lainnya adalah sektor industri pengolahan. Mayoritas industri di daerah ini berskala kecil. Namun demikian, dilihat dari nilai produksi, industri besar mengumpulkan nilai produksi yang lebih besar.
Sumber:
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kabupaten+Sragen
Sektor pertanian cukup dominan bagi perekonomian Kabupaten Sragen. Sumbangannya terhadap PDRB daerah itu mencapai 41,09 persen. Beberapa produk pertanian, yaitu padi, kacang tanah, dan mangga, berperan cukup signifikan bagi produksi komoditi tersebut di tingkat Jawa Tengah. Bahkan jumlah produksi mangga Kabupaten Sragen merupakan yang terbesar di Jawa Tengah.
Untuk tanaman bahan pangan, komoditi andalannya adalah padi, ubi kayu, dan jagung. Sedangkan kacang tanah, meskipun merupakan andalan daerah ini di tingkat propinsi, namun jumlah produksinya bukan tiga besar. Produksi tiga jenis bahan pangan ini relatif merata di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Sragen. Namun terdapat kecamatan dengan produksi masing-masing bahan pangan terbesar, yaitu Kecamatan Sidoharjo sebagai kecataman yang terbesar memproduksi padi, Kecamatan Mondokan adalah produsen terbesar ubi kayu, dan Kecamatan Sumberlawang sebagai produsen terbesar jagung di Kabupaten Sragen.
Untuk sayur-sayuran, komoditi andalannya adalah cabe, kacang panjang, dan terong. Namun produksinya tidak termasuk signifikan di tingkat Jawa Tengah.
Salah satu andalan daerah ini di tingkat propinsi adalah komoditi buah-buahan terutama mangga. Produksi mangga juga merupakan yang terbesar dibanding komoditi buah-buahan lainnya di Kabupaten ini. Komoditi andalan lainnya adalah pisang dan melon. Kecamatan andalan untuk produksi mangga adalah Sumberlawang, andalan untuk produksi pisang adalah Sidoharjo, dan andalan untuk produksi melon adalah Sambung Macan.
Pada subsektor perkebunan, komoditi andalan daerah ini adalah tebu. Produksinya mencapai 387 ribu ton. Kecamatan andalan tanaman tebu adalah Jenar dengan produksi 144 ribu ton, Tangen dengan produksi 62 ribu ton, dan Gesi 53 ribu ton. Ketiga kecamatan ini cocok dijadikan sebagai klaster perkebunan tebu.
Kabupetan Sragen juga menghasilkan berbagai produk peternakan. Populasi ternak yang cukup signifikan antara lain Sapi 77.748 ekor, Domba 70.714 ekor, Kambing 70.507, Ayam Ras 2.628.149 ekor, dan Ayam Kampung 715.131 ekor.
Selain pertanian, sektor andalan lainnya adalah sektor industri pengolahan. Mayoritas industri di daerah ini berskala kecil. Namun demikian, dilihat dari nilai produksi, industri besar mengumpulkan nilai produksi yang lebih besar.
Sumber:
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kabupaten+Sragen
Sejarah Berdiri Kabupaten Sragen
Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintahan yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala bangsawan muda tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda. Dalam sejarah peperangan tersebut, disebut dengan Perang Mangkubumen ( 1746 - 1757 ). Dalam perjalanan perangnya Pangeran Muda dengan pasukannya dari Keraton bergerak melewati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, Guyang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati.
Di Desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa Pandak, Karangnongko di jadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati, dan Beliau meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat Pemerintahan.
Karena secara geografis terletak di tepi Jalan Lintas Tentara Kompeni Surakarta – Madiun, pusat Pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian sejak tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko.
Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa Lain.
Dengan daerah kekuasaan serta pasukan yang semakin besar Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanaan kepada Kompeni Belanda bahu membahu dengan saudaranya Raden Mas Said, yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari, yaitu kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, dimana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-1 dan perjanjian Salatiga tahun 1757, dimana Raden Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta.
Selanjutnya sejak tanggal 12 Oktober 1840 dengan Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu serat Angger – angger Gunung, daerah yang lokasinya setrategis ditunjuk menjadi Pos Tundan,
yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu Lintas Barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen.
Perkembangan selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Residen Surakarta baron de Geer ditambah kekuasaan yaitu melakukan tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen. Kemudian berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.
Sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang.
Selanjutnya sejak Sunan Paku Buwono VIII dan seterusnya diadakan reformasi terus menerus dibidang Pemerintahan, dimana pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada jaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.
Dan Akhirnya memasuki Zaman Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia , Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.
Sumber:
Tri Ari Wibowo
http://www.cahmborangan.co.cc/2009/08/sejarah-berdiri-kabupaten-sragen_11.html
11 Agustus 2009
Di Desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa Pandak, Karangnongko di jadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati, dan Beliau meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat Pemerintahan.
Karena secara geografis terletak di tepi Jalan Lintas Tentara Kompeni Surakarta – Madiun, pusat Pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian sejak tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko.
Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa Lain.
Dengan daerah kekuasaan serta pasukan yang semakin besar Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanaan kepada Kompeni Belanda bahu membahu dengan saudaranya Raden Mas Said, yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari, yaitu kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, dimana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-1 dan perjanjian Salatiga tahun 1757, dimana Raden Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta.
Selanjutnya sejak tanggal 12 Oktober 1840 dengan Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu serat Angger – angger Gunung, daerah yang lokasinya setrategis ditunjuk menjadi Pos Tundan,
yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu Lintas Barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen.
Perkembangan selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Residen Surakarta baron de Geer ditambah kekuasaan yaitu melakukan tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen. Kemudian berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.
Sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang.
Selanjutnya sejak Sunan Paku Buwono VIII dan seterusnya diadakan reformasi terus menerus dibidang Pemerintahan, dimana pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada jaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.
Dan Akhirnya memasuki Zaman Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia , Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.
Sumber:
Tri Ari Wibowo
http://www.cahmborangan.co.cc/2009/08/sejarah-berdiri-kabupaten-sragen_11.html
11 Agustus 2009
Batik Sragen Berobsesi Tembus Pasar Mancanegara
Orang mengenal sentra produsen batik di Jawa Tengah/DIY mungkin hanya terpaku di daerah Solo, Yogyakarta, Pekalongan, dan Lasem, padahal Kabupaten Sragen yang wilayahnya mencapai 941,55 km2 yang terbagi dalan 20 kecamatan, 8 kelurahan, dan 200 desa menyimpan potensi sebagai produsen batik yang kualitasnya tidak kalah dari daerah-daerah lain.
Industri batik di Sragen merupakan warisan leluhur yang sudah berusia kurang lebih 100 tahun.
Bicara tentang batik Sragen tak bisa dipisahkan dari Keraton Surakarta (Solo) yang merupakan pelopor pembuatan batik.
Penduduk Kabupaten Sragen yang wilayahnya berdekatan dengan Keraton Surakarta (Solo) — hanya dibatasi Sungai Bengawan Solo — ternyata banyak belajar dari seniman batik Solo. Berkat ketekunan dan keuletannya, penduduk Sragen hingga sekarang berhasil mengembangkan batik dengan ciri tersendiri. Â
Kabupaten Sragen hingga kini memiliki sebanyak 4.542 unit usaha batik tulis dengan jumlah perajin batik 12.353 orang yang tersebar di sentra-sentra industri batik di Kecamatan Plupuh, Masaran, dan Kalijambe. Khusus untuk Kecamatan Masaran ada 2.567 unit usaha batik yang mampu menyerap tenaga kerja 7.233 orang.
Perajin batik Sragen setiap bulan mampu memproduksi sebanyak 1.201.500 potong bahan batik untuk konsumsi pasar domestik seperti Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, sedangkan pasar ekspor kini belum digarap optimal.
Para perajin batik Sragen hingga sekarang memang masih terpaku manggarap pasar domestik, sedangkan pasar ekspor belum tersentuh sama sekali.
“Kita memang berobsesi batik Sragen mampu menembus pasar mancanegara. Memang banyak turis yang menyukai batik Sragen, namun belum sampai pada taraf mengekspor,” kata Murdioko (51), perajin batik di Masaran Sragen, Jumat.
Pembatik di Sragen memang mayoritas hanya mengkhususkan diri membuat bahan batik yang disetorkan ke beberapa toko batik terkenal untuk dijadikan pakaian batik. Namun ada juga yang membuat pakaian batik. Mutu batik Sragen tak kalah dari daerah lain.
Produksi batik yang dibuat kalangan pembatik di Sragen antara lain batik cap, batik tulis, batik printing, dan cabut batik (kombinasi batik tulis dan batik cetak).
Kabupaten Sragen sejak dulu sudah dikenal sebagai daerah penghasil batik dengan ciri khas yang berbeda dari batik-batik di daerah lain sehingga produksi batik Sragen sangat diminati kalangan konsumen.
“Peluang investasi di industri batik masih terbuka luas untuk digarap para pengusaha antara lain dalam pengadaan bahan baku, pengembangan produksi, pelatihan, keterampilan, dan pemasaran produk,” kata Bupati Sragen, Untung Wiyono.
Ia mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen kini terus berupaya mengembangkan industri batik agar produksi batik Sragen bisa setara dengan batik Solo, batik Pekalongan, dan batik Lasem.
Selama ini batik Sragen memang tidak pernah terendus karena selalu kalah pamor dari batik Solo atau Yogyakarta karena begitu bicara batik, maka orang akan teringat kedua kota itu. Padahal, sebenarnya justru sentra batik tulis yang sebenarnya ada di kota Sragen.
Hanya saja, selama ini para perajin memang memilih memasok ke pasaran di Solo karena kebetulan ada Pasar Klewer. Karena itu terkenalnya batik Solo padahal itu produksi dari perajin di Sragen.
Di Solo sendiri memang banyak terdapat pabrikan batik. Tetapi kebanyakan batik printing, sedangkan perajin batik tulis kini sudah semakin jarang. Di samping kalah bersaing, pasaran juga lebih banyak dikuasai batik pabrikan. Masyarakat sendiri hanya mengenal batik. Tidak begitu memperhatikan batik tulis atau batik printing.
Potensi itulah yang diendus Bupati Sragen. Latar belakangnya sebagai pengusaha mengusiknya untuk memopulerkan batik Sragen, agar tidak semakin tenggelam karena kurang mendapat pasar.
“Jika bisa, kami ingin seperti sentra batik di Pekalongan. Begitu masuk ke wilayah kota itu, di pinggir jalan bisa dijumpai sentra galeri batik. Jadi sekaligus tempat itu bisa digunakan untuk wisata belanja khusus batik,” kata Bupati Sragen.
Bupati Sragen bekerja sama dengan para pengusaha tengah mengincar pasar ekspor, bukan sekadar pasar ritel. Karena itu kini diambil langkah mengontak ‘buyers’ di Malaysia, Thaliand, Filipina, dan Australia, yang diharapkan akan bisa menampung pasaran batik tulis Sragen.
Tidak hanya itu, hotel, dan travel biro yang biasa membawa turis asing ke Solo juga ditembus, untuk mengenalkan sentra batik Sragen tersebut. Semua potensi pasar dirambah untuk memperluas jaringan.
Bahkan, untuk meningkatkan mutu, corak, desain, dan usaha para perajin batik di Sragen maka lembaga nirlaba “Business Development Services” (BDS) Jaka Tingkir memberi pendampingan bagi kalangan pembatik di, Masaran, Kabupaten Sragen.
“Para pembatik di Masaran, Sragen sangat membutuhkan pendamping untuk mengembangkan usahanya. Mereka masih awam tentang informasi sehingga perlu diberi pendampingan,” kata pengelola BDS Jaka Tingkir Sragen, Suwanto.
Ia mengatakan, BDS Jaka Tingkir mempunyai hubungan erat dengan lembaga lain seperti PT Bank Jateng, Swisscontact, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Jasa yang pernah dilakukan BDS meliputi pelayanan perizinan UKM di Klaster Batik Masaran, pelatihan batik cap di Pilang, dan Gedongan.
“Kita membantu akses permodalan ke lembaga keuangan, koperasi, bank, BUMN, termasuk memfasilitasi pameran di daerah, provinsi, dan tingkat nasional, termasuk memberi informasi pemasaran,” katanya.
Misi BDS Jaka Tingkir Sragen adalah mendampingi kalangan perajin batik Sragen dalam mengembangkan usaha, mengembalikan perajin dari urban untuk melakukan usaha sendiri, menjadi mediator antara pengusaha dengan pihak lain, dan membantu perajin mengatasi permasalahan usaha.
Umumnya, kata Suwanto, klien BDS Jaka Tingkir adalah usaha mikro masih dalam batasan wilayah Kecamatan Masaran dan Plupuh Kabupaten Sragen, namun dalam perkembangan tak membatasi wilayah sepanjang dibutuhkan klien, terutama para perajin batik di Sragen.
Semuanya itu diharapkan kelak bermuara pada pencapaian obsesi Sragen, yakni menembus pasar di luar negeri. ( ant/ Herry Soebanto )
Sumber:
http://beritasore.com/2007/05/26/batik-sragen-berobsesi-tembus-pasar-mancanegara/
26 Mei 2007
Industri batik di Sragen merupakan warisan leluhur yang sudah berusia kurang lebih 100 tahun.
Bicara tentang batik Sragen tak bisa dipisahkan dari Keraton Surakarta (Solo) yang merupakan pelopor pembuatan batik.
Penduduk Kabupaten Sragen yang wilayahnya berdekatan dengan Keraton Surakarta (Solo) — hanya dibatasi Sungai Bengawan Solo — ternyata banyak belajar dari seniman batik Solo. Berkat ketekunan dan keuletannya, penduduk Sragen hingga sekarang berhasil mengembangkan batik dengan ciri tersendiri. Â
Kabupaten Sragen hingga kini memiliki sebanyak 4.542 unit usaha batik tulis dengan jumlah perajin batik 12.353 orang yang tersebar di sentra-sentra industri batik di Kecamatan Plupuh, Masaran, dan Kalijambe. Khusus untuk Kecamatan Masaran ada 2.567 unit usaha batik yang mampu menyerap tenaga kerja 7.233 orang.
Perajin batik Sragen setiap bulan mampu memproduksi sebanyak 1.201.500 potong bahan batik untuk konsumsi pasar domestik seperti Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, sedangkan pasar ekspor kini belum digarap optimal.
Para perajin batik Sragen hingga sekarang memang masih terpaku manggarap pasar domestik, sedangkan pasar ekspor belum tersentuh sama sekali.
“Kita memang berobsesi batik Sragen mampu menembus pasar mancanegara. Memang banyak turis yang menyukai batik Sragen, namun belum sampai pada taraf mengekspor,” kata Murdioko (51), perajin batik di Masaran Sragen, Jumat.
Pembatik di Sragen memang mayoritas hanya mengkhususkan diri membuat bahan batik yang disetorkan ke beberapa toko batik terkenal untuk dijadikan pakaian batik. Namun ada juga yang membuat pakaian batik. Mutu batik Sragen tak kalah dari daerah lain.
Produksi batik yang dibuat kalangan pembatik di Sragen antara lain batik cap, batik tulis, batik printing, dan cabut batik (kombinasi batik tulis dan batik cetak).
Kabupaten Sragen sejak dulu sudah dikenal sebagai daerah penghasil batik dengan ciri khas yang berbeda dari batik-batik di daerah lain sehingga produksi batik Sragen sangat diminati kalangan konsumen.
“Peluang investasi di industri batik masih terbuka luas untuk digarap para pengusaha antara lain dalam pengadaan bahan baku, pengembangan produksi, pelatihan, keterampilan, dan pemasaran produk,” kata Bupati Sragen, Untung Wiyono.
Ia mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen kini terus berupaya mengembangkan industri batik agar produksi batik Sragen bisa setara dengan batik Solo, batik Pekalongan, dan batik Lasem.
Selama ini batik Sragen memang tidak pernah terendus karena selalu kalah pamor dari batik Solo atau Yogyakarta karena begitu bicara batik, maka orang akan teringat kedua kota itu. Padahal, sebenarnya justru sentra batik tulis yang sebenarnya ada di kota Sragen.
Hanya saja, selama ini para perajin memang memilih memasok ke pasaran di Solo karena kebetulan ada Pasar Klewer. Karena itu terkenalnya batik Solo padahal itu produksi dari perajin di Sragen.
Di Solo sendiri memang banyak terdapat pabrikan batik. Tetapi kebanyakan batik printing, sedangkan perajin batik tulis kini sudah semakin jarang. Di samping kalah bersaing, pasaran juga lebih banyak dikuasai batik pabrikan. Masyarakat sendiri hanya mengenal batik. Tidak begitu memperhatikan batik tulis atau batik printing.
Potensi itulah yang diendus Bupati Sragen. Latar belakangnya sebagai pengusaha mengusiknya untuk memopulerkan batik Sragen, agar tidak semakin tenggelam karena kurang mendapat pasar.
“Jika bisa, kami ingin seperti sentra batik di Pekalongan. Begitu masuk ke wilayah kota itu, di pinggir jalan bisa dijumpai sentra galeri batik. Jadi sekaligus tempat itu bisa digunakan untuk wisata belanja khusus batik,” kata Bupati Sragen.
Bupati Sragen bekerja sama dengan para pengusaha tengah mengincar pasar ekspor, bukan sekadar pasar ritel. Karena itu kini diambil langkah mengontak ‘buyers’ di Malaysia, Thaliand, Filipina, dan Australia, yang diharapkan akan bisa menampung pasaran batik tulis Sragen.
Tidak hanya itu, hotel, dan travel biro yang biasa membawa turis asing ke Solo juga ditembus, untuk mengenalkan sentra batik Sragen tersebut. Semua potensi pasar dirambah untuk memperluas jaringan.
Bahkan, untuk meningkatkan mutu, corak, desain, dan usaha para perajin batik di Sragen maka lembaga nirlaba “Business Development Services” (BDS) Jaka Tingkir memberi pendampingan bagi kalangan pembatik di, Masaran, Kabupaten Sragen.
“Para pembatik di Masaran, Sragen sangat membutuhkan pendamping untuk mengembangkan usahanya. Mereka masih awam tentang informasi sehingga perlu diberi pendampingan,” kata pengelola BDS Jaka Tingkir Sragen, Suwanto.
Ia mengatakan, BDS Jaka Tingkir mempunyai hubungan erat dengan lembaga lain seperti PT Bank Jateng, Swisscontact, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Jasa yang pernah dilakukan BDS meliputi pelayanan perizinan UKM di Klaster Batik Masaran, pelatihan batik cap di Pilang, dan Gedongan.
“Kita membantu akses permodalan ke lembaga keuangan, koperasi, bank, BUMN, termasuk memfasilitasi pameran di daerah, provinsi, dan tingkat nasional, termasuk memberi informasi pemasaran,” katanya.
Misi BDS Jaka Tingkir Sragen adalah mendampingi kalangan perajin batik Sragen dalam mengembangkan usaha, mengembalikan perajin dari urban untuk melakukan usaha sendiri, menjadi mediator antara pengusaha dengan pihak lain, dan membantu perajin mengatasi permasalahan usaha.
Umumnya, kata Suwanto, klien BDS Jaka Tingkir adalah usaha mikro masih dalam batasan wilayah Kecamatan Masaran dan Plupuh Kabupaten Sragen, namun dalam perkembangan tak membatasi wilayah sepanjang dibutuhkan klien, terutama para perajin batik di Sragen.
Semuanya itu diharapkan kelak bermuara pada pencapaian obsesi Sragen, yakni menembus pasar di luar negeri. ( ant/ Herry Soebanto )
Sumber:
http://beritasore.com/2007/05/26/batik-sragen-berobsesi-tembus-pasar-mancanegara/
26 Mei 2007
Solo Vs Sragen
Tentu saja, potret tak bisa menghadirkan tafsir, dari selain momen yang terjepret. Seperti halnya kata yang tak bisa menghadirkan dialektika dan realita. Namun apa, yang tersisa selain potret, juga kata?
Adalah sepetak ruang berbatas geografis, yang memiliki anasir sejarah, sehingga beberapa manusia bisa berteriak lantang : “Kami orang Sragen!”. Atau kemudian beberapa mahasiswa kreatif me-mlesetkannya dengan sebutan “Sragen-tina”, yang langsung mengingatkan pecinta sepak bola kepada Lionel Messi.
Memang, kemudian kota yang berbatas langsung dengan Jawa Timur itu, dinamai Sragen. Pemda setempat, melalui Perda Nomor : 4 Tahun 1987, menetapkan hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746, sebagai hari jadi kota. Dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, tanggal dan waktu tersebut [dianggap] adalah ketika Pangeran Mangkubumi -yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono (ke-) I- menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda, demi maujudnya sebuah bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.
Waktu itu mungkin Sragen belum mengenal akses internet, apalagi hotspot. Tetapi, lebih kurang 3 abad terlalui kemudian, Sragen telah terbiasa menggunakan istilah “one stop service”. Ketika kemudian Sragen harus berkelindan dengan dinamika Demografi, yang selalu identik dengan peningkatan jumlah, tetapi dalam satuan waktu yang tak bisa mulur-mungkret. Maka dari itu, kecepatan dan percepatan adalah sesuatu yang kemudian didepankan.
Ya, memasuki gedung layanan publik Pemkab Sragen, mengesankan suasana kantor Bank. Sragen menyediakan layanan singkat waktu, juga singkat jarak, seperti pil APC-nya Andrea Hirata, yang oleh warga Belitong, dipercaya bisa menyembuhkan segala penyakit. Sragen membasiskan dirinya dengan IT [Informatical Technology}, yang masih mempesonakan, melalui kecepatan dan percepatan yang disediakannya. Sragen, dalam hal ini, mengedepankan rasionalitas tujuan, yang ditolak oleh Jurgen Habermas.
Sementara itu, tak begitu jauh dari Sragen, terbentang batas geografis lain, yang ternamai Solo [Surakarta]. Kota yang mem-brand¬-kan dirinya “The Spirit of Java”, merupakan kota dengan sejarah yang masih mengakar sebagai modal budaya, dan masih tersisa sampai kurun waktu sekarang ini. Sejarah solo, adalah cerita tentang kerajaan, yang katanya feodalistik. Dan tanggal 16 Juni, merupakan hari jadi Pemerintah Kota Surakarta. Menurut cerita, pada 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.
Meskipun demikikan, ritual-ritual warisan keraton, yang melibatkan begitu banyak manusia, masih diikuti dengan antusias dan belum dianggap profan [terlihat disini, bahwa legitimasi kekuasaan tak bisa menyentuh keimanan. Karena keimanan tak bisa dilepaskan dari subjeknya, manusia. Dan tak ada manusia tanpa archetype, tanpa keterlanjuran sejarah dan budaya].
Beberapa waktu yang lalu, Solo menggelar pemindahan sekitar 989 Pedagang Kaki Lima [PKL] Monjari ke pasar Klithikan Notoharjo Semanggi. Pemindahan PKL dari tempat lama ke tempat baru itu, diarak dengan kirab prajurit keraton, diiringi kereta keraton ditonton oleh –kurang lebih- 400.000 pasang mata. Dengan membawa tumpeng masing-masing, banyak bibir PKL menyunggingkan senyum. Arak-arakan itu, mengidentikkan dirinya dengan Sekatenan. Mungkin Solo, melalui Joko Widodo, begitu menghargai ketertanaman warisan nilai-nilai yang masih menyisakan bianglala keimanan.
Pun Solo, dalam hal ini mengedepankan rasionalitas komunikasi a la Jurgen Habermas. Karena sebelum Sekatenan dadakan itu digelar, telah 54 kali Joko Widodo mengajak para PKL makan bersama di kediaman dinasnya. Meskipun, tidak ada jaminan apa-apa, bahwa Joko Widodo, setidaknya, pernah membaca pemaparan tentang Habermas, oleh Frans Budi Hardiman.
Sebagaimana Martin Heidegger mengatakan bahwa manusia sudah selalu terlempar ke dunia, sehingga manusia tak bisa menghindari keterkutukannya sebagai subyek yang tak dapat melepaskan diri dari dunia, bahwa manusia adalah enggaged agency, pelaku yang telah selalu terlibat dalam dunia tertentu. Terkait dengan tesis Heidegger tersebut, maka manusia tak bisa menghindar dari kebutuhan-kebutuhan, baik yang bersifat alamiah maupun yang “terpaksa”. Dalam ilustrasi kecil, sesaat setelah terlahir, manusia harus segera disusukan kepada ibunya, dan baru beberapa hari kemudian dimintakan akta kelahiran.
Dalam potret Solo, terlihat bahwa regulasi yang diajukan lebih kepada pem-fasilitasan pemenuhan kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup. Manusia [sebagai makhluk hidup] yang membutuhkan pemenuhan atas rasa laparnya, atas kebutuhannya akan nutrisi, gizi, dan sebagainya, di manapun dia berada.
Sedangkan di Sragen, bertolak dari adanya kebutuhan manusia sebagai konsekuensi atas keterlemparannya di dunia. Manusia yang selalu terlahir dalam konteks ruang dan waktu tertentu, dan secara kebetulan, konteks tersebut mewajibkan beberapa kebutuhan kepadanya. Manusia sebagai warga negara, penduduk. Sragen sebagai pihak yang “memaksakan” kebutuhan terhadap penduduknya, menyadari posisinya, sehingga terkesan segan untuk menyita lebih banyak, yang akan mengganggu upaya penduduk untuk memenuhi kebutuhan yang lebih “dibutuhkan”.
Dengan demikian, apa yang terjadi di Solo bisa dikatakan berbeda, dengan apa yang terjadi di Sragen. Kedua regulasi tersebut berbeda, karena memang bertolak dari masalah yang berbeda, meskipun di sisi lain berkaitan dengan hal yang sama. Kedua regulasi tersebut berkaitan dengan manusia banyak [massa], tetapi dalam perannya yang berbeda. Manusia yang satu, tetapi satu yang terdiri dari beberapa, yang terikat oleh seutas tali ruang dan waktu.
Setidaknya menurut saya, belum ada kalimat yang lebih tepat untuk menyebut kedua hal tersebut sebagai hasrat untuk melipat kebutuhan, rentang jarak, ruang dan waktu; melipat dunia, dan juga hasrat akan sebuah kondisi keteraturan.
Di sinilah, yang semakin memantapkan saya, bahwa menentukan sebuah policy, harus pertama kali mempertanyakan “apa”, tanpa meringkasnya menjadi sekedar “bagaimana”.
Sumber:
http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/26/solo-vs-sragen/
28 Maret 2010
Adalah sepetak ruang berbatas geografis, yang memiliki anasir sejarah, sehingga beberapa manusia bisa berteriak lantang : “Kami orang Sragen!”. Atau kemudian beberapa mahasiswa kreatif me-mlesetkannya dengan sebutan “Sragen-tina”, yang langsung mengingatkan pecinta sepak bola kepada Lionel Messi.
Memang, kemudian kota yang berbatas langsung dengan Jawa Timur itu, dinamai Sragen. Pemda setempat, melalui Perda Nomor : 4 Tahun 1987, menetapkan hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746, sebagai hari jadi kota. Dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, tanggal dan waktu tersebut [dianggap] adalah ketika Pangeran Mangkubumi -yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono (ke-) I- menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda, demi maujudnya sebuah bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.
Waktu itu mungkin Sragen belum mengenal akses internet, apalagi hotspot. Tetapi, lebih kurang 3 abad terlalui kemudian, Sragen telah terbiasa menggunakan istilah “one stop service”. Ketika kemudian Sragen harus berkelindan dengan dinamika Demografi, yang selalu identik dengan peningkatan jumlah, tetapi dalam satuan waktu yang tak bisa mulur-mungkret. Maka dari itu, kecepatan dan percepatan adalah sesuatu yang kemudian didepankan.
Ya, memasuki gedung layanan publik Pemkab Sragen, mengesankan suasana kantor Bank. Sragen menyediakan layanan singkat waktu, juga singkat jarak, seperti pil APC-nya Andrea Hirata, yang oleh warga Belitong, dipercaya bisa menyembuhkan segala penyakit. Sragen membasiskan dirinya dengan IT [Informatical Technology}, yang masih mempesonakan, melalui kecepatan dan percepatan yang disediakannya. Sragen, dalam hal ini, mengedepankan rasionalitas tujuan, yang ditolak oleh Jurgen Habermas.
Sementara itu, tak begitu jauh dari Sragen, terbentang batas geografis lain, yang ternamai Solo [Surakarta]. Kota yang mem-brand¬-kan dirinya “The Spirit of Java”, merupakan kota dengan sejarah yang masih mengakar sebagai modal budaya, dan masih tersisa sampai kurun waktu sekarang ini. Sejarah solo, adalah cerita tentang kerajaan, yang katanya feodalistik. Dan tanggal 16 Juni, merupakan hari jadi Pemerintah Kota Surakarta. Menurut cerita, pada 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.
Meskipun demikikan, ritual-ritual warisan keraton, yang melibatkan begitu banyak manusia, masih diikuti dengan antusias dan belum dianggap profan [terlihat disini, bahwa legitimasi kekuasaan tak bisa menyentuh keimanan. Karena keimanan tak bisa dilepaskan dari subjeknya, manusia. Dan tak ada manusia tanpa archetype, tanpa keterlanjuran sejarah dan budaya].
Beberapa waktu yang lalu, Solo menggelar pemindahan sekitar 989 Pedagang Kaki Lima [PKL] Monjari ke pasar Klithikan Notoharjo Semanggi. Pemindahan PKL dari tempat lama ke tempat baru itu, diarak dengan kirab prajurit keraton, diiringi kereta keraton ditonton oleh –kurang lebih- 400.000 pasang mata. Dengan membawa tumpeng masing-masing, banyak bibir PKL menyunggingkan senyum. Arak-arakan itu, mengidentikkan dirinya dengan Sekatenan. Mungkin Solo, melalui Joko Widodo, begitu menghargai ketertanaman warisan nilai-nilai yang masih menyisakan bianglala keimanan.
Pun Solo, dalam hal ini mengedepankan rasionalitas komunikasi a la Jurgen Habermas. Karena sebelum Sekatenan dadakan itu digelar, telah 54 kali Joko Widodo mengajak para PKL makan bersama di kediaman dinasnya. Meskipun, tidak ada jaminan apa-apa, bahwa Joko Widodo, setidaknya, pernah membaca pemaparan tentang Habermas, oleh Frans Budi Hardiman.
Sebagaimana Martin Heidegger mengatakan bahwa manusia sudah selalu terlempar ke dunia, sehingga manusia tak bisa menghindari keterkutukannya sebagai subyek yang tak dapat melepaskan diri dari dunia, bahwa manusia adalah enggaged agency, pelaku yang telah selalu terlibat dalam dunia tertentu. Terkait dengan tesis Heidegger tersebut, maka manusia tak bisa menghindar dari kebutuhan-kebutuhan, baik yang bersifat alamiah maupun yang “terpaksa”. Dalam ilustrasi kecil, sesaat setelah terlahir, manusia harus segera disusukan kepada ibunya, dan baru beberapa hari kemudian dimintakan akta kelahiran.
Dalam potret Solo, terlihat bahwa regulasi yang diajukan lebih kepada pem-fasilitasan pemenuhan kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup. Manusia [sebagai makhluk hidup] yang membutuhkan pemenuhan atas rasa laparnya, atas kebutuhannya akan nutrisi, gizi, dan sebagainya, di manapun dia berada.
Sedangkan di Sragen, bertolak dari adanya kebutuhan manusia sebagai konsekuensi atas keterlemparannya di dunia. Manusia yang selalu terlahir dalam konteks ruang dan waktu tertentu, dan secara kebetulan, konteks tersebut mewajibkan beberapa kebutuhan kepadanya. Manusia sebagai warga negara, penduduk. Sragen sebagai pihak yang “memaksakan” kebutuhan terhadap penduduknya, menyadari posisinya, sehingga terkesan segan untuk menyita lebih banyak, yang akan mengganggu upaya penduduk untuk memenuhi kebutuhan yang lebih “dibutuhkan”.
Dengan demikian, apa yang terjadi di Solo bisa dikatakan berbeda, dengan apa yang terjadi di Sragen. Kedua regulasi tersebut berbeda, karena memang bertolak dari masalah yang berbeda, meskipun di sisi lain berkaitan dengan hal yang sama. Kedua regulasi tersebut berkaitan dengan manusia banyak [massa], tetapi dalam perannya yang berbeda. Manusia yang satu, tetapi satu yang terdiri dari beberapa, yang terikat oleh seutas tali ruang dan waktu.
Setidaknya menurut saya, belum ada kalimat yang lebih tepat untuk menyebut kedua hal tersebut sebagai hasrat untuk melipat kebutuhan, rentang jarak, ruang dan waktu; melipat dunia, dan juga hasrat akan sebuah kondisi keteraturan.
Di sinilah, yang semakin memantapkan saya, bahwa menentukan sebuah policy, harus pertama kali mempertanyakan “apa”, tanpa meringkasnya menjadi sekedar “bagaimana”.
Sumber:
http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/26/solo-vs-sragen/
28 Maret 2010
Di Sragen, Bikin KTP hanya Satu Menit
Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Sragen (22/9) lalu, tertarik dengan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang hanya butuh waktu satu menit.
Dengan antusias, orang nomor satu di Jawa Tengah itu langsung menuju ke ruang pembuatan kartu identitas di Badan Pelayanan Terpadu (BPT).
Gubernur langsung duduk di depan kamera untuk difoto dengan sistem komputerisasi. Dalam sekejap, fotonya sudah bisa dicetak di KTP yang memuat pula data-data pribadi. ''Weh, kok iso cepet yo? (Wah kok bisa cepat ya?),'' kata Bibit Waluyo.
Bupati Sragen, Untung Wiyono yang saat itu didampingi Kepala BPT, Maksun Isnadi dan tamu undangan menjelaskan, kinerja sistem pembuatan KTP dengan teknologi komputerisasi.
Setelah menerima penjelasan, Gubernur menanyakan mengapa kabupaten yang lain tidak mencontoh Sragen. ''Yen niru apik ora apa-apa. Ora perlu isin. (Kalau meniru yang baik tidak apa-apa, tidak perlu malu),'' kata Gubernur dengan logat jawa.
Lebih lanjut Bupati Untung menjelaskan sudah banyak kabupaten/kota di Jateng maupun tanah air yang sudah melakukan studi banding mengenai Sistem Pelayanan Satu Atap, termasuk pembuatan KTP elektronik langsung jadi. ''Untuk pembuatan KTP elektronik, sudah bisa ditangani di 20 kecamatan,'' paparnya kemudian.
BPT melayani 25 perijinan dalam pelayanan satu atap yang ditangani cepat, tepat, transparan, dan murah. Salah satu diantaranya adalah pelayanan pembuatan KTP elektronik. Sejumlah kelurahan juga dipersiapkan untuk bisa melayani pembuatan KTP langsung jadi. Bibit Waluyo mengaku puas dengan kinerja BPT Sragen. Dia berharap setiap kabupaten di Jawa Tengah ada semacam BPT seperti di Sragen.
Gubernu r juga menanyakan biaya peralatan pembuatan KTP elektronik dan pelatihan untuk menyiapkan SDM-nya. Bupati Untung menjelaskan biayanya sangat murah.
''Sekitar 50an juta lebih sedikit. Sangat murah Pak Gub,'' jelas Bupati. Sejumlah tenaga ahli BPT dan Pusat Data Elektronik (PDE) Sragen siap diperbantukan di kabupaten/kota untuk memasang fasilitas pembuatan KTP elektronik.
Sel ain mengunjungi BPT, Gubernur beserta rombongan juga berkenan membuka Bazar Kreativitas Sragen 2008, pembangunan Techno Park (Taman Teknologi), dan meresmikan SPBU Nglangon yang dikelola Pemda Sragen. (evi/flo/id)
Sumber:
http://www.endonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=21&artid=2044
24 September 2008
Dengan antusias, orang nomor satu di Jawa Tengah itu langsung menuju ke ruang pembuatan kartu identitas di Badan Pelayanan Terpadu (BPT).
Gubernur langsung duduk di depan kamera untuk difoto dengan sistem komputerisasi. Dalam sekejap, fotonya sudah bisa dicetak di KTP yang memuat pula data-data pribadi. ''Weh, kok iso cepet yo? (Wah kok bisa cepat ya?),'' kata Bibit Waluyo.
Bupati Sragen, Untung Wiyono yang saat itu didampingi Kepala BPT, Maksun Isnadi dan tamu undangan menjelaskan, kinerja sistem pembuatan KTP dengan teknologi komputerisasi.
Setelah menerima penjelasan, Gubernur menanyakan mengapa kabupaten yang lain tidak mencontoh Sragen. ''Yen niru apik ora apa-apa. Ora perlu isin. (Kalau meniru yang baik tidak apa-apa, tidak perlu malu),'' kata Gubernur dengan logat jawa.
Lebih lanjut Bupati Untung menjelaskan sudah banyak kabupaten/kota di Jateng maupun tanah air yang sudah melakukan studi banding mengenai Sistem Pelayanan Satu Atap, termasuk pembuatan KTP elektronik langsung jadi. ''Untuk pembuatan KTP elektronik, sudah bisa ditangani di 20 kecamatan,'' paparnya kemudian.
BPT melayani 25 perijinan dalam pelayanan satu atap yang ditangani cepat, tepat, transparan, dan murah. Salah satu diantaranya adalah pelayanan pembuatan KTP elektronik. Sejumlah kelurahan juga dipersiapkan untuk bisa melayani pembuatan KTP langsung jadi. Bibit Waluyo mengaku puas dengan kinerja BPT Sragen. Dia berharap setiap kabupaten di Jawa Tengah ada semacam BPT seperti di Sragen.
Gubernu r juga menanyakan biaya peralatan pembuatan KTP elektronik dan pelatihan untuk menyiapkan SDM-nya. Bupati Untung menjelaskan biayanya sangat murah.
''Sekitar 50an juta lebih sedikit. Sangat murah Pak Gub,'' jelas Bupati. Sejumlah tenaga ahli BPT dan Pusat Data Elektronik (PDE) Sragen siap diperbantukan di kabupaten/kota untuk memasang fasilitas pembuatan KTP elektronik.
Sel ain mengunjungi BPT, Gubernur beserta rombongan juga berkenan membuka Bazar Kreativitas Sragen 2008, pembangunan Techno Park (Taman Teknologi), dan meresmikan SPBU Nglangon yang dikelola Pemda Sragen. (evi/flo/id)
Sumber:
http://www.endonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=21&artid=2044
24 September 2008
Beras Super Sragen Menembus Pasar Ekspor
Pemerintah Kabupaten Sragen kembali membuat terobosan. Beras super produksi petani di Sragen siap go internasional atau diekspor pada tahun 2009 ini. Kuota ekspor yang diminta tak main-main, totalnya mencapai 11.000 ton. Jumlah itu terdiri 1.000 ton beras organik, 2.000 ton beras mentik wangi dan 8 .000 ton beras IR 64 kualitas super.
Sentra padi organik Kabupaten Sragen adalah di Kecamatan Tanon, Sidoharjo, Gondang, Sambirejo, Masaran, Karang malang dan Sambirejo. Produksi organik yang paling memenuhi standar adalah di Sukorejo, Kec. Sambirejo karena airnya langsung dari sumber.
Untuk memenuhi standar kualitas beras super harus mendapatkan lulus sensor dari petugas penyuluh lapangan (PPL), yakni farm record pencatatan teknis budidaya, proses dan harganya. Apalagi dengan tujuan ekspor Jepang, beras yang diekspor harus melalui serangkaian uji yang ketat. Khusus beras organik yang akan diekspor adalah yang pure organik.
Produk pertanian yang dilempar ke mancanegara tersebut, bukan lewat eksportir. Tapi, lewat satu pintu Perum Bulog (Badan Urusan Logistik). Dan, produk pertanian tersebut semua sudah bersertifikat, serta memenuhi standar internasional. Menurut jadwal, ekspor pertama mulai Maret ini.
Memang, diakui ekspor beras kali ini lantaran terjadi surplus ketersediaan barang. Jadi, Indonesia boleh dibilang sudah swasembada beras. Jadi, kebijakan kali ini bukan sekedar untuk sensasi, atau gagah-gahan semata.
Beras kualitas Super, memang disukai konsumen, seperti halnya konsumen di negeri Jepang. Jenis beras Cianjur yang dikenaln aromatik yang wangi. Negara Sakura itu juga pernah mencicipi sampel produk beras kualitas serupa dari Jateng dan Jatim.
Kabupaten Sragen sendiri, bukan kali pertama melempar produk beras organik ke mancanegara. Setahun lalu, produk beras jenis ini sudah mendahului untuk memenuhi permintaan pasar ekspor. Ini merupakan bentuk terobosan Pemkab setempat untuk mengangkat citra petani ke posisi tawar yang lebih tinggi
Beras organik Sragen sudah dilirik oleh buyer asing, karena sejak tahun 2001 Bupati Sragen telah mencanangkan go organik. Pada saat itu Kabupaten lain belum canangkan program tersebut, bisa dikatakan Sragen lah yang pertama kali mengibarkan bendera beras organik.
Total produksi padi Sragen pada 2006 sebesar 469.467 ton dan 2007 sebesar 487.532 ton, angka sementara pada tahun 2008 (belum termasuk angka panen terakhir) sebanyak 454.113 ton. Sedangkan target produksi padi pada 2009 sebesar 483.092 ton. Sementara produksi padi organik pada 2006 sebesar 19.439,78 ton, dan pada 2007 berjumlah 21.554,812 ton, sedangkan pada 2008 angka sementara (belum termasuk angka panen terakhir) sebanyak 29.302 ton.
Sebelumnya, Perum Bulog menyatakan siap mengekspor beras kualitas super mulai Maret 2009 lalu. Kebijakan ekspor beras tersebut diambil Bulog demi menjaga harga beras agar tetap stabil, apabila stok menumpuk dipastikan harga akan anjlok. Bulog meyakinkan Ekspor beras ini tidak akan mempengaruhi pengadaan dalam negeri, karena
beras yang dipasarkan ke luar negeri kualitasnya nomor satu.
Sumber:
http://bisnisukm.com/beras-super-sragen-menembus-pasar-ekspor.html
5 Mei 2009
Sentra padi organik Kabupaten Sragen adalah di Kecamatan Tanon, Sidoharjo, Gondang, Sambirejo, Masaran, Karang malang dan Sambirejo. Produksi organik yang paling memenuhi standar adalah di Sukorejo, Kec. Sambirejo karena airnya langsung dari sumber.
Untuk memenuhi standar kualitas beras super harus mendapatkan lulus sensor dari petugas penyuluh lapangan (PPL), yakni farm record pencatatan teknis budidaya, proses dan harganya. Apalagi dengan tujuan ekspor Jepang, beras yang diekspor harus melalui serangkaian uji yang ketat. Khusus beras organik yang akan diekspor adalah yang pure organik.
Produk pertanian yang dilempar ke mancanegara tersebut, bukan lewat eksportir. Tapi, lewat satu pintu Perum Bulog (Badan Urusan Logistik). Dan, produk pertanian tersebut semua sudah bersertifikat, serta memenuhi standar internasional. Menurut jadwal, ekspor pertama mulai Maret ini.
Memang, diakui ekspor beras kali ini lantaran terjadi surplus ketersediaan barang. Jadi, Indonesia boleh dibilang sudah swasembada beras. Jadi, kebijakan kali ini bukan sekedar untuk sensasi, atau gagah-gahan semata.
Beras kualitas Super, memang disukai konsumen, seperti halnya konsumen di negeri Jepang. Jenis beras Cianjur yang dikenaln aromatik yang wangi. Negara Sakura itu juga pernah mencicipi sampel produk beras kualitas serupa dari Jateng dan Jatim.
Kabupaten Sragen sendiri, bukan kali pertama melempar produk beras organik ke mancanegara. Setahun lalu, produk beras jenis ini sudah mendahului untuk memenuhi permintaan pasar ekspor. Ini merupakan bentuk terobosan Pemkab setempat untuk mengangkat citra petani ke posisi tawar yang lebih tinggi
Beras organik Sragen sudah dilirik oleh buyer asing, karena sejak tahun 2001 Bupati Sragen telah mencanangkan go organik. Pada saat itu Kabupaten lain belum canangkan program tersebut, bisa dikatakan Sragen lah yang pertama kali mengibarkan bendera beras organik.
Total produksi padi Sragen pada 2006 sebesar 469.467 ton dan 2007 sebesar 487.532 ton, angka sementara pada tahun 2008 (belum termasuk angka panen terakhir) sebanyak 454.113 ton. Sedangkan target produksi padi pada 2009 sebesar 483.092 ton. Sementara produksi padi organik pada 2006 sebesar 19.439,78 ton, dan pada 2007 berjumlah 21.554,812 ton, sedangkan pada 2008 angka sementara (belum termasuk angka panen terakhir) sebanyak 29.302 ton.
Sebelumnya, Perum Bulog menyatakan siap mengekspor beras kualitas super mulai Maret 2009 lalu. Kebijakan ekspor beras tersebut diambil Bulog demi menjaga harga beras agar tetap stabil, apabila stok menumpuk dipastikan harga akan anjlok. Bulog meyakinkan Ekspor beras ini tidak akan mempengaruhi pengadaan dalam negeri, karena
beras yang dipasarkan ke luar negeri kualitasnya nomor satu.
Sumber:
http://bisnisukm.com/beras-super-sragen-menembus-pasar-ekspor.html
5 Mei 2009
Potensi Sragen
Kabupaten Sragen merupakan salah'satu Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Tengah dengan Ibukota Sragen, terletak 30 km di sebelah Timur kota Surakarta. Secara geografis Kabupaten Sragen berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di Utara, Kabupaten Ngawi (Prop. Jawa Timur) di Timur, Kabupaten Karanganyar Selatan, serta Kabupaten Boyolali Barat. Sragen berada di lembah daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang mengalir ke arah Timur. Sebelah Utara perbukitan, bagian dari sistem Pegunungan Kendeng, sedangkan di Selatan berupa pegunungan, lereng dari Gunung Lawu.
Sragen memiliki luas wilayah 94.155 Ha. Area seluas 40.037,93 hektar (42,52 %) merupakan lahan sawah dan 54.117 (57,48%) hektar adalah lahan kering. Wilayah Kabupaten Sragen dibelah oleh sungai Bengawan Solo yang membagi menjadi dua daerah utama. Di daerah Utara aliran sungai Bengawan Solo, yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Desa dan 4 Kelurahan, cenderug bertanah kurang subur. Sedangkan daerah di Selatan aliran Sungai Bengawan Solo relatif lebih subur. Di wilayah Selatan sungai ini pula, lahan pertanian, sawah dan perkebunan berkembang pesat. Merta di 9 Kecamatan dengan 80 Desa dan 8 Kelurahan yang ada.
Kabupaten Sragen beriklim tropis dan suhu rata-rata berkisar antara 19-31 derajat Celcius. Sebagaimana daerah tropis pada umumnya, Sragen mengalami 2 musim yakni kemarau dan hujan. Kontur bumi yang dimiliki pun cukup bervariasi antara zona datar dan perbukitan, berketinggian antara 75 m hingga 300 m diatas permukaan laut. Curah hujan relatif tinggi mencapai 3.000 mm tiap tahunnya, dengan hari hujan rata-rata 150 hari. Kondisi alam dan iklim yang demikian itu memberikan dukungan yagn kuat bagi pengembangan sektor pertanian di wilayah Kabupaten Sragen.
Sedangakan jumlah penduduk Sragen berdasarkan data tahun 2006 sebanyak 863.914 jiwa, terdiri dari 426.958 penduduk laki-laki dan 453.893 penduduk perempuan dengan kepadatan penduduk rata-rata 918 jiwa / km2.
Didukung oleh jalan negara serta jalur rel kereta api jurusan Jakaarta-Surabaya, Sragen menjadi daerah perlintasan darat yang menghubungkan arus transportasi dan sirkulasi barang dari arah Timur ke Barat begitu pula sebaliknyadi Jawa. Sragen merupakan simpul persimpangan yang memiliki akses langsung ke kota-kota lain di Pulau Jawa.
Akses terhadap moda transportasi udara juga mudah dijangkau. Kabupaten Sragen hanya berjarak 45 km dari Bandar Udara International Adi Sumarmo Surakarta.Dengan mengendarai mobil, jarak tersebut dapat ditempuh dalam waktu 45 menit. Begitu pula dengna transportasi menggunakan kapal laut, mampu dicapai tanpa kesulitan berarti. Sebab dari pusat kota Sragen menuju dermaga laut terdekat, Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, hanya memerlukan waktu perjalanan 3 jam lewat darat.
Secara garis besar kondisi sosial, politik dan keamanan Kabupaten Sragen sangat stabil dan terkendali. Masyarakat Sragen terkenal santun dan ramah. Jumlah penduduk Sragen yang besar memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang sangat beragam dan menjadikan tenaga kerja Kabupaten Sragen produktif dan mampu menempati jabatan di berbagai tingkatan.
Sumber :
http://www.sragentrading.com/index.php?option=com_content&view=article&id=74&Itemid=89
Sragen memiliki luas wilayah 94.155 Ha. Area seluas 40.037,93 hektar (42,52 %) merupakan lahan sawah dan 54.117 (57,48%) hektar adalah lahan kering. Wilayah Kabupaten Sragen dibelah oleh sungai Bengawan Solo yang membagi menjadi dua daerah utama. Di daerah Utara aliran sungai Bengawan Solo, yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Desa dan 4 Kelurahan, cenderug bertanah kurang subur. Sedangkan daerah di Selatan aliran Sungai Bengawan Solo relatif lebih subur. Di wilayah Selatan sungai ini pula, lahan pertanian, sawah dan perkebunan berkembang pesat. Merta di 9 Kecamatan dengan 80 Desa dan 8 Kelurahan yang ada.
Kabupaten Sragen beriklim tropis dan suhu rata-rata berkisar antara 19-31 derajat Celcius. Sebagaimana daerah tropis pada umumnya, Sragen mengalami 2 musim yakni kemarau dan hujan. Kontur bumi yang dimiliki pun cukup bervariasi antara zona datar dan perbukitan, berketinggian antara 75 m hingga 300 m diatas permukaan laut. Curah hujan relatif tinggi mencapai 3.000 mm tiap tahunnya, dengan hari hujan rata-rata 150 hari. Kondisi alam dan iklim yang demikian itu memberikan dukungan yagn kuat bagi pengembangan sektor pertanian di wilayah Kabupaten Sragen.
Sedangakan jumlah penduduk Sragen berdasarkan data tahun 2006 sebanyak 863.914 jiwa, terdiri dari 426.958 penduduk laki-laki dan 453.893 penduduk perempuan dengan kepadatan penduduk rata-rata 918 jiwa / km2.
Didukung oleh jalan negara serta jalur rel kereta api jurusan Jakaarta-Surabaya, Sragen menjadi daerah perlintasan darat yang menghubungkan arus transportasi dan sirkulasi barang dari arah Timur ke Barat begitu pula sebaliknyadi Jawa. Sragen merupakan simpul persimpangan yang memiliki akses langsung ke kota-kota lain di Pulau Jawa.
Akses terhadap moda transportasi udara juga mudah dijangkau. Kabupaten Sragen hanya berjarak 45 km dari Bandar Udara International Adi Sumarmo Surakarta.Dengan mengendarai mobil, jarak tersebut dapat ditempuh dalam waktu 45 menit. Begitu pula dengna transportasi menggunakan kapal laut, mampu dicapai tanpa kesulitan berarti. Sebab dari pusat kota Sragen menuju dermaga laut terdekat, Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, hanya memerlukan waktu perjalanan 3 jam lewat darat.
Secara garis besar kondisi sosial, politik dan keamanan Kabupaten Sragen sangat stabil dan terkendali. Masyarakat Sragen terkenal santun dan ramah. Jumlah penduduk Sragen yang besar memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang sangat beragam dan menjadikan tenaga kerja Kabupaten Sragen produktif dan mampu menempati jabatan di berbagai tingkatan.
Sumber :
http://www.sragentrading.com/index.php?option=com_content&view=article&id=74&Itemid=89
Wisata Kabupaten Sragen
Sragen memiliki banyak obyek wisata bernilai religius, historis, dan ekonomi yang tinggi. Karakteristik utama pariwisata di Sragen adalah mengandalkan panorama atau bentang alam yang indah, budaya tradisional yang masih terjaga, disertai dengan ketersediaan pemandu wisata profesional dan berbagai fasilitas berstandar internasional.
Perpaduan antara berbagai obyek wisata yang menarik dan sentuhan manajemen modern berdampak positif bagi perkembangan industri pariwisata di Sragen. Pada tahun 2001 hingga 2005, terjadi peningkatan jumlah kunjungan rata-rata 4,61 % per tahun. Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan ini tentu berimbas pada naiknya pendapatan dari sektor pariwisata hingga12,30 %.
Beberapa obyek wisata di Sragen antara lain Museum Sangiran, Waduk Kedung Ombo, Pacuan Kuda Nyai Ageng Serang di Ngargotirto, Pemandian air panas Bayanan, wisata religi historis makam Pangeran Samudero di Gunung Kemukus, makam Joko Tingkir, wisata belanja batik di Kliwonan, dan lain sebagainya.
Di saat yang sama, tren yang berlangsung dalam satu dekade belakangan ini menunjukkan bahwa para wisatawan cenderung meminati obyek wisata bernuansa natural. Obyek-obyek wisata yang menjual eksotisme bentang alam dan nuansa masyarakat tradisional laku keras.
Wisatawan baik lokal maupun mancanegara di masa sekarang mengalami perubahan pada pola konsumsi. Para pelancong tidak lagi terfokus hanya sekadar ingin menikmati panorama alam yang indah dari sebuah daerah, namun juga ingin mengenal bahkan berinteraksi lebih intim ke dalam suatu pola kultur masyarakat. Dengan kecenderungan pariwisata semacam itu, kehidupan masyarakat, kreasi seni dan budaya, serta peninggalan sejarah yang terangkum dalam paket wisata lebih diminati para wisatawan.
Tren itu sungguh menjadi berkah tersendiri bagi dunia pariwisata Sragen. Keindahan bentang alam mudah dijumpai di Sragen. Keseharian masyarakatnya cukup dekat dengan tradisi nenek moyang. Keramahtamahan, kehidupan khas agraris yang kaya dengan kearifan lokal masih terjaga. Mereka pun setidaknya masih bersedia melestarikannya sebagai artefak budaya, yang ditampilkan dalam berbagai even kesenian. Fenomena tersebut menjadi bekal penting untuk berinvestasi di sektor pariwisata. Ada pula keuntungan yang bakal diperoleh calon investor bila hendak mengembangkan pariwisata di Sragen. Infrastruktur pariwisata di Sragen sudah siap. Akses jalan yang baik, air bersih, listrik, penginapan telah tersedia. Investor tinggal mengembangkan format yang sudah ada menjadi bentuk yang diinginkan.
Sangiran
Museum Sangiran adalah museum arkeologi bertaraf internasional. Bangunan museum Sangiran terletak di Kecamatan Kalijambe, tak jauh dari area situs fosil purbakala. Situs itu dikenal dengan sebutan Situs Sangiran. Luasnya mencapai 56 km persegi, meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, Plupuh) dan satu kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar (Gondangrejo). Situs Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran yang merupakan bagian dari depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (17 km dari kota Solo). Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald.
Lebih menarik lagi, di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Sampai saat ini sudah ditemukan 70 individu fosil Manusia Homo erectus di situs Sangiran. Jumlah ini merupakan 65 % dari seluruh fosil Homo erectus yang ditemukan di Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di seluruh dunia. Sementara jumlah fosil secara keseluruhan yang ditemukan di situs Sangiran sejak 1936 berjumlah 13.809 buah.
Sebanyak 2.934 di antaranya disimpan di dalam ruang pameran museum Sangiran dan 10.875 buah lainnya disimpan di gudang penyimpanan museum. Sejumlah fosil manusia lainnya disimpan di Museum Geologi Bandung dan laboratorium Palaeoanthropologi Yogyakarta. Sungguh jumlah fantastis yang menunjukkan betapa kayanya situs Sangiran. Maka, tak mengherankan bila Komite World Heritage kemudian mencatatkan Sangiran dalam daftar Warisan Dunia bernomor urut 593.
Selain ruang pameran yang luas, museum Sangiran memiliki berbagai fasilitas lain yang dapat diakses dengan mudah. Di museum yang dibangun pada tahun 1980 itu dilengkapi dengan laboratorium, perpustakaan, aula pertemuan, ruang audiovisual untuk memutar film kehidupan manusia prasejarah. Di sekitar museum, terdapat kios-kios souvenir yang menjajakan aneka kerajinan batu yang didandani sedemikian rupa sehingga mirip fosil.
Obyek wisata Museum Sangiran tampil makin lengkap dengan dibangunnya menara pandang yang sangat representatif untuk melakukan pengamatan. Tak jauh dari menara pandang, terdapat sebuah wisma penginapan. Bergaya arsitektur tradisional Jawa, wisma ini dibangun untuk menunjang kegiatan para tamu atau wisatawan, khususnya bagi mereka yang melakukan penelitian tentang seluk beluk fosil di kawsan situs.
Selengkapnya...............www.sragen.go.id
Bayanan
Kulit Sehat Berkat Air Panan Bayanan
Bagi Anda yang punya masalah kesehatan kulit, berendam dalam air hangat Bayanan bisa jadi solusi jitu nan murah. Cocok dikembangkan menjadi jasa mandi rempah. Pemandian air panas Bayanan terletak 17 km sebelah tenggara Kota Sragen. Tepatnya, di Dusun Bayanan, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, di lereng utara Gunung Lawu. Selama perjalanan menuju lokasi wisata Bayanan, para pengunjung akan disuguhi pemandangan indah berupa hamparan sawah menghijau dan kerimbunan hutan karet. Akses jalan dengan aspal berlapis hotmix mulus memudahkan aneka macam kendaraan hingga ukuran mikrobus dapat leluasa mencapai lokasi.
Bagi masyarakat Sragen khususnya dan Jawa Tengah umumnya, sumber air panas Bayanan sudah tidak asing lagi. Kemashyuran tersebut disebabkan oleh karena air panas Bayanan dipercaya menyimpan segudang khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan. Air panas Bayanan diyakini mampu menyembuhkan aneka problem kesehatan, antara lain gatal-gatal, rematik, pegal linu, flu tulang. Bahkan untuk beberapa kasus yang terjadi pada beberapa pengunjung, setelah beberapa kali mandi air panas Bayanan mampu menstabilkan tekanan darah.
Pengunjung pemandian air panas Bayanan tak hanya warga Sragen, tetapi juga berasal dari berbagai daerah. Di obyek wisata pemandian air panas Bayanan disediakan 7 kamar mandi dengan bathub dan kran air yang siap mengalirkan air bersuhu berkisar 36 derajat celcius. Agar sedikit hangat, pengunjung dapat menuangkan ke dalam bathub dengan air dingin yang tersedia. Umumnya, para pengunjung menghabiskan waktu 20 menit untuk mandi atau sekadar berendam.
Eksotika Hyang Tirto Nirmolo
Obyek wisata pemandian air panas Bayanan semula merupakan bekas tempat tetirah para orang kaya Belanda semasa kolonial yang dibangun tahun 1808 oleh Tuan Praul, salah satu saudagar Belanda terkemuka saat itu. Setelah berada di bawah pengelolaan pemerintah RI, pada tahun 1978, pemandian sumber air panas Bayanan direnovasi. Setahun kemudian sumber air panas Bayanan diresmikan sebagai obyek wisata dan di bawah pengelolaan Pemkab Dati II Sragen.
Namun mitos yang dipercaya penduduk desa di sekitar sumber air panas itu menyebutkan bahwa sumber air panas tersebut dijaga oleh makhluk halus berkekuatan magis. Makhluk itu bernama Hyang Tirto Nirmolo dan suka menolong menyembuhkan orang sakit. Penduduk setempat merasakan bahwa gatal-gatal (bubul-jawa); capek setelah bekerja berat dapat segera sembuh dan segar kembali usai mandi dengan air Bayanan. Oleh sebab itu, sebuah rumah kecil dibangun untuk lokasi upacara adat. Di bangunan yang sekarang dianggap keramat tersebut rutin diadakan upacara merayakan panen. Tradisi turun temurun itu biasanya berlangsung pada hari Jumat Legi dalam penanggalan Jawa.
Ramuan Dahsyat Air Panas Bayanan
Penelitian yang dilakukan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta menemukan bahwa panas air Bayanan berasal dari suhu yang dihasilkan magma cair. Panas dari magma menyentuh dasar sumber air tanah di kedalaman tertentu. Suhu air yang menjadi panas tetap terbawa hingga memancar di permukaan dan menjadi sumber air panas. Menurut pengukuran yang dilakukan, suhu air tepat di titik sumber mencapai 44 derajat Celcius. Setelah dialirkan dalam bak mandi, suhu air menjadi 36o C, sesuai dengan panas badan manusia. Inilah yang menyebabkan air panas Bayanan terasa enak dan nyaman untuk mandi.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan adanya banyak unsur/senyawa kimia yang terkandung dalam sumber air panas Bayanan. Kandungan senyawa tersebut bisa dilihat dalam hasil analisa Laboratorium Kimia yang dilakukan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta.
Penelitian juga mencatat adanya keunikan yang ada di sumber air panas Bayanan. Air panas yang memancar keluar letaknya dua meter di atas sebuah sungai, yang letaknya hanya bersebelahan. Air panas tersebut tidak merembes ke aliran sungai. Selain itu, bila mandi di waktu pagi, sore, dan malam hari, suhu air bertambah panas sehingga keringat banyak keluar. Namun, bila mandi di siang hari, suhu air menurun sehingga keringat tidak banyak keluar.
Bisa jadi, berbagai keunikan tersebut membuat air panas Bayanan memiliki banyak khasiat bagi kesehatan. Menurut sang juru kunci, Rejo Utomo, pengunjung yang berdatangan banyak yang telah membuktikan keampuhan air panas Bayanan. Berbagai penyakit kulit tersembuhkan. Bahkan mampu mengatasi rematik, menurunkan kadar kolesterol, memulihkan kebugaran tubuh, meningkatkan vitalitas, memelihara kesegaran sendi dan otot, dan menambah awet muda.
Khasiat air panas Bayanan dan lingkungan hutan yang asri lagi berudara segar, merupakan kombinasi tepat untuk mengembangkan wisata mandi rempah-rempah. Pengembangan tersebut semakin mudah dilakukan mengingat pemandian air panas Bayanan telah dilengkapi berbagai sarana, antara lain tujuh kamar mandi lengkap dengan bathtub, kolam renang, taman bermain untuk anak-anak, dan lain sebagainya.
Di sekitar Bayanan banyak diumbuhi perkebunan karet yang lebat, terutama di Kecamatan Kedawung. Perkebunan karet ini cocok digunakan sebagai lokasi perkemahan, olahraga luar ruang atau outbond. Potensi yang dapat dikembangkan adalah membuat arena permainan atau olahraga berbasis alam. Bisa juga dikembangkan sebagai arena permainan perang-perangan (wargame) beserta perlengkapannya (skirmish); dengan menggunakan air soft gun dan painting ball.
Kemukus
Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus
''Barang siapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikehendaki maka untuk mencapainya harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci. Harus konsentrasi pada yang dikehendaki, dekatkan keinginan, seakan-akan seperti menuju ke tempat yang disayanginya atau kesenangannya.''
Dalam selimut kabut tipis di tengah belantara, suatu pagi, tujuh abad silam, pesan itu meluncur dari bibir Pangeran Samudro. Bias cahaya lembut meliputi rona sang pangeran yang terbaring lemah. Beberapa orang dengan pakaian Kejawen bersimpuh mengelilingi tubuh yang sakit itu. Mata mereka berkaca-kaca. Mereka sadar sedang menyimak kata-kata penghabisan. Pesan itu terucap lamat. Kemudian senyap. Mengirim tanda tentang berakhirnya sebuah kehidupan.
Konon, itulah wejangan terakhir Pangeran Samudro, sesaat menjelang ia mangkat. Para pengikut Samudro kemudian mendirikan pemukiman. Letaknya tak jauh dari jasad sang Pangeran yang dimakamkan di sebuah bukit -dan kemudian disebut Gunung Kemukus. Dukuh Samudro, nama pemukiman itu, terletak beberapa puluh meter di bawah lokasi makam.
Para pengikut Samudro pun patuh melaksanakan wasiat terakhir junjungannya itu. Kisah-kisah keteladanan sang pangeran lalu terpatri hingga ratusan tahun, sengaja diwariskan turun temurun oleh penduduk Dukuh Samudro. Di Kemukus, nasihat Pangeran Samudro agar senantiasa bersungguh hati dalam mencapai kebaikan terus lestari dan ditularkan kepada siapa saja.
Obyek wisata Gunung Kemukus merupakan wisata spiritual dan banyak didatangi para pengunjung dari berbagai daerah untuk berziarah. Menghirup udara yang segar, atau sekadar berjalan-jalan di bawah kerindangan pohon-pohon langka berumur ratusan tahun merupakan satu pesona tersendiri. Secara administratif, Gunung Kemukus dan Dukuh Samudro kini masuk wilayah Kecamatan Miri, sekitar 25 kilometer dari pusat Kabupaten Sragen.
Memasuki Dukuh Samudro di lereng Kemukus, pengunjung akan menjumpai berbagai aktivitas khas warga pedesaan. Proyek Waduk Kedung Ombo yang diresmikan pada 1990 menyebabkan bukit Kemukus kini dikelilingi oleh air. Dari kejauhan terlihat seperti bukit di tengah telaga. Jika debit air sedang tinggi, pengunjung harus menyeberang dengan menggunakan perahu atau rakit yang disediakan penduduk.
Menuju kompleks makam di puncak bukit, jalanan agak menanjak. Di sini terhampar titian tangga beton berundak menuju makam. Di bukit ini, kerimbunan pohon berjenis langka tumbuh dengan ukuran raksasa. Hutan di Kemukus masih terjaga. Suasana pun menjadi menyenangkan, teduh dan segar, sesekali terdengar kicauan burung hutan.
Kompleks makam Pangeran Samudro itu sederhana saja. Nisan antik dengan ornamen khas Jawa nampak menghiasi pusara. Kain kelambu putih menyelubungi pucuk-pucuk nisan. Lingkungan yang terjaga kebersihannya membuat kompleks makam jauh dari kesan menakutkan. Meskipun demikian, aura kharismatik tetap memancar dari kompleks makam tersebut.
Untuk melindungi makam dari perubahan cuaca, sebuah bangunan beratap joglo didirikan. Di bawah naungan joglo itulah para peziarah biasanya duduk bersila melantunkan doa. Bagi penduduk setempat dan juga peziarah, memandang nisan antik di pusara dapat mengingatkan beribu kisah tentang kearifan dan kesederhanaan Pangeran Samudro.
Anak Raja Terakhir Majapahit
Pangeran Samudro adalah salah satu anak penguasa terakhir kerajaan Majapahit, sebuah kerajaan Hindu terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-13. Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur itu wilayah kekuasaannya meliputi kepulauan Indonesia dan membentang hingga bagian selatan India.
Tak lama setelah Islam masuk ke Indonesia, Majapahit pun runtuh. Samudro, pemuda umur 18 tahun --waktu itu, enggan melarikan diri sebagaimana dilakukan banyak kerabatnya. Ia justru menanggalkan pangkat dan memilih menjadi pandita. Berguru tentang agama yang baru datang ke tanah Jawa itu; Islam, kepada Sunan Kalijaga,ulama besar yang tinggal di Kesultanan Demak.
Usai berlajar di bawah bimbingan wali penyebar Islam itu, Samudro melanglang negeri turut menyiarkan risalah Islam. Selain menyebarkan agama Islam, Samudro juga menemui sisa-sisa dinasti Majapahit yang tercerai berai, mengajak mereka bergabung ke dalam payung Kesultanan Demak.
Namun, di tengah ekspedisi tersebut, Samudro mendadak jatuh sakit dan meninggal. Pangeran Samudro akhirnya dimakamkan di sebuah bukit yang terletak tak jauh dari lokasi ia wafat. Oleh pengikutnya, tempat Pangeran Samudro meninggal didirikan sebuah desa dan dinamakan Dukuh Samudro.
Konon, terjadi fenomena alam yang aneh sepeninggal Pangeran Samudro. Asap hitam (dalam bahasa Jawa diistilahkan kukus) menyelimuti bukit tempat makam Pangeran Samudro. Fenomena itu terjadi setiap menjelang pergantian musim. Oleh penduduk dan pengikut Pangeran Samudro, bukit itu lalu dinamakan Gunung Kemukus.
Syahdan, ibu Pangeran Samudra, Raden Ayu Ontrowulan sangat bersedih mendengar kematian putra semata wayangnya. Ia pun menyusul ke Kemukus dan mensucikan diri dengan air dari telaga kecil yang letaknya tak jauh dari makam. Ontrowulan lalu berdoa tanpa henti agar dapat dipertemukan dengan Pangeran Samudro. Menurut legenda yang dipercaya penduduk setempat, tubuh Ontrowulan tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak. Penduduk percaya hal tersebut disebabkan Ontrowulan berdoa dengan sepenuh hati diserta jiwa raga yang sudah suci. Orang Jawa menyebut kejadian itu sebagai muksa. Telaga tempat muksa itu lalu dinamakan sendang Ontrowulan.
Jejak Pertemuan Budaya Jawa dan Islam
Anak keturunan pengikut Pangeran Samudro mempercayai kawasan Gunung Kemukus sebagai lokasi sakral untuk berdoa bersama. Setiap Kamis malam menjelang Jumat Pon dan Jumat Kliwon dalam kalender Jawa selalu digelar doa tahlil bersama. Acara itu juga digunakan untuk memperingati penemuan pusaka Kotang Ontokusumo oleh Sri Sultan Demak. Tradisi itu terus dipertahankan hingga kini. Pada hari-hari tersebut pengunjung yang berziarah dan berdoa datang membludak. Pentas wayang kulit digelar semalam suntuk untuk mengajak berbuat baik.
Ritual yang paling ramai dan diminati pengunjung adalah upacara di bulan Syuro bulan pertama dalam penanggalan Jawa, yang bertepatan dengan dimulainya bulan Muharram dalam kalender Islam. Tiap Kamis malam diadakan pentas wayang kulit semalam suntuk. Sedangkan pada hari Kamis di pekan pertama bulan Syuro digelar tradisi larap slambu yang merupakan ritual pencucian kain penutup makam Pangeran Samudro. Ritual ini dipercaya memberi berkah bagi pengunjung yang memanfaatkan air bekas cucian slambu dan potongan kain slambunya.
Saat ritual Larap Slambu, para bangsawan Kraton Surakarta bisanya turut menghadirinya. Mereka berbusana tradisional Jawa. Pada hari itu wisatawan dapat menjumpai ornamen dan pakaian tradisional Jawa, prajurit dengan senjata khas kraton kuno di setiap sudut Kemukus. Nuansa tradisional Jawa sangat terasa pada ritual Larap Slambu itu.
Yang tak kalah menarik adalah mengamati pola kehidupan, kebudayaan, dan kepercayaan yang berlangsung dalam masyarakat kawasan Gunung Kemukus. Di kawasan tersebut bakal ditemui jejak-jejak perjumpaan antara tradisi Jawa Hindu dan Islam. Lengkap dengan berbagai legenda dan artefak bersejarah yang tersisa. Niscaya, dari aspek antropologi, para pengunjung akan menemui kesan eksotis ketika berada di kawasan itu.
Kedung Ombo
Surga Petualang di Kedung Ombo
Waduk Kedung Ombo merupakan bendungan raksasa seluas 6.576 hektar yang areanya mencakup sebagian wilayah di tiga Kabupaten, yaitu; Sragen, Boyolali, dan Grobogan. Waduk yang membendung lima sungai itu terdiri dari wilayah perairan seluas 2.830 hektar dan 3.746 hektar lahan yang tidak tergenang air.
Lokasi obyek wisata Waduk Kedung Ombo yang menjadi andalan Sragen terletak di Kecamatan Sumberlawang, sekitar 30 km dari pusat kota. Selain disuguhi pemandangan nan indah, para pengunjung Waduk Kedung Ombo bisa menikmati wisata air, menumpang perahu motor bertualang mengunjungi pulau-pulau yang bermunculan di tengah waduk. Anda penyuka ikan bakar atau hobi mengail ikan? Jangan khawatir, di Waduk Kedung Ombo juga tersedia tempat pemancingan sekaligus warung yang menjajakan aneka makanan olahan berbahan ikan. Begitu turun dari kendaraan di area parkir, aroma wangi ikan yang dibakar atau digoreng langsung menyergap, mengundang selera makan.
Di kawasan Waduk Kedung Ombo, tepatnya di desa Ngargotirto, telah dibangun arena pacuan kuda dengan lintasan sepanjang 600 meter. Arena pacuan kuda yang diberi nama 'Nyi Ageng Serang' itu merupakan miniatur dari lapangan pacuan kuda Pulo Mas Jakarta. Pada bulan Desember 2006 silam di lokasi tersebut dilangsungkan kejuaraan pacuan kuda tingkat nasional memperebutkan piala Gubernur Jawa Tengah.
Potensi pengembangan obyek wisata adalah memperbanyak homestay yang menyatu dengan rumah penduduk, sehingga para wisatawan dapat tinggal lebih lama di kawasan Waduk Kedung Ombo. Adanya homestay membuat wisatawan dapat melihat dari dekat kehidupan sehari-hari masyarakat, dan bahkan menjalani kehidupan seperti penduduk lokal, selang beberapa waktu.
Investasi juga dapat ditanam di sektor perikanan darat dengan metode karamba dan dilengkapi restoran apung. Di bantaran seputar waduk, cocok untuk mengembangkan usaha agrobisnis buah-buahan dan sayur mayur. Selain dekat dengan sumber air yang diambil dari waduk, kualitas air waduk juga bersih dari polutan.
Bila tak ingin setengah-setengah menerjuni bisnis pariwisata, investor bisa mengembangkan kompleks wisata terpadu di Kedung Ombo. Investor dapat memanfaatkan obyek wisata air, karamba serta restoran apung, dan arena pacuan kuda yang sudah tersedia, sembari membangun wisata agrobisnis, taman safari, lapangan golf, dan juga kereta gantung untuk menikmati pemandangan kompleks Kedungombo dari ketinggian. Bila kompleks wisata terpadu ini terwujud, pengunjung pasti akan memperoleh petualangan mengesankan, unik, dan dirindukan.
Kompleks Pacuan Kuda Nyi Ageng Serang
Asyiknya Berkuda di Pedesaan Tropis
Arena pacuan kuda Nyi Ageng Serang terletak di Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang. Lintasan sepanjang 600 meter itu hanya berjarak 1,5 kilometer dari tepian waduk Kedung Ombo.
Akses menuju lintasan pacuan kuda Nyi Ageng Serang relatif mudah. Arena pacuan kuda itu berjarak 30 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sragen dan dapat ditempuh selama 40 menit dengan mengendarai mobil. Dari Semarang, pungunjung dapat melewati jalur alternatif Salatiga-Karanggede-Gemolong-Sumberlawang. Dari Surakarta (Solo); pengunjung dapat mengambil rute Solo-Purwodadi dan berbelok ke barat ketika memasuki daerah Sumberlawang. Lokasi pacuan Kuda berada lima kilometer dari jalan raya Solo-Purwodadi.
Keberadaan arena pacuan kuda di Ngasinan membawa perubahan pada wajah desa. Jalan hotmix sepanjang lima kilometer kini membelah dari pusat Kecamatan Sumberlawang hingga ke pedesaan. Memudahkan arus transportasi dan perdagangan. Penerangan jalan dan fasilitas air bersih kini tersedia dalam jumlah dan kualitas yang memadai.
Desa Wisata Kliwonan
Merekam Kearifan Lokal Lewat Seulas Batik
Dunia mode dan fashion rasanya sudah tidak asing lagi dengan batik. Menyebut batik, ingatan seseorang akan melayang pada secarik kain dan pakaian khas Indonesia. Khususnya Pekalongan, Surakarta, dan Yogyakarta. Tiga kota itu selama ini lebih dikenal oleh para pecinta busana sebagai sentra penghasil batik. Namun jika ditelusuri lebih jauh, pusat-pusat produksi batik pun dapat ditemukan di daerah lain di Jawa Tengah.
Kabupaten Sragen, misalnya, adalah sentra produksi batik terbesar setelah Pekalongan dan Surakarta. Di Sragen, terdapat dua sub sentra batik yakni Kecamatan Plupuh dan Masaran. Dua sub sentra tersebut memiliki beberapa desa penghasil batik. Letak mereka pun berdekatan, saling berseberangan di sisi utara dan selatan Sungai Bengawan Solo.
Desa-desa di utara sungai adalah Jabung dan Gedongan yang masuk wilayah Kecamatan Plupuh. Mereka hanya berjarak sepelemparan batu dengan Desa Pilang, Sidodadi, dan Kliwonan. Tiga desa yang disebut terakhir terletak di selatan Bengawan Solo dan berada dalam wilayah Kecamatan Masaran.
Karena berada di pinggiran sungai atau kali --dalam bahasa Jawa, industri Batik di kawasan tersebut juga dikenal dengan sebutan Batik Girli (Pinggir Kali). Di dua sub sentra batik tersebut terdapat 4.817 perajin batik dengan menyerap sekurangnya 7.072 tenaga kerja.
Sebagian besar perajin batik tinggal di desa Kliwonan. Kuantitas produksi batik yang dihasilkan perajin Kliwonan pun paling besar. Oleh sebab itu, kawasan penghasil batik di Sragen kemudian lebih dikenal dengan sebutan sentra batik Kliwonan. Pemerintah Kabupaten Sragen lalu menetapkan sentra batik itu sebagai kawasan wisata terpadu, yang dinamakan Desa Wisata Batik Kliwonan. Desa Kliwonan sekaligus diditetapkan menjadi pusat pengembangan, pelatihan, dan pemasaran batik.
Desa wisata batik terletak 13 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sragen dan telah dilengkapi dengan infrastruktur dan sarana publik yang memadai. Di sepanjang jalan menuju lokasi desa wisata yang terletak 4 kilometer dari jalan besar itu, pengunjung akan disuguhi hamparan persawahan dan rumah penduduk yang tertata rapi.
Untuk menuju lokasi desa wisata batik tidaklah sulit. Dari jalan raya Solo-Sragen, ketika sudah masuk ke Kecamatan Masaran, penunjuk jalan menuju desa wisata batik Kliwonan dapat dijumpai. Kala tiba di desa wisata batik, pelancong tidak hanya dapat berbelanja. Wisatawan juga dapat melihat proses pembatikan, seperti proses penjemuran, pewarnaan, pemberian motif, pelapisan dengan sejenis parafin, dan pembatikan.
Para pelancong yang berminat tinggal beberapa hari dapat menginap di rumah-rumah penduduk yang telah disulap menjadi homestay. Perjalanan wisata ini dapat menyuguhkan pengalaman yang tak terlupakan. Sebab, wisatawan dapat memperoleh cukup waktu untuk belajar membatik sembari menikmati kehidupan warga pedesaan khas Sragen.
Tidak cuma melihat proses pembuatan batik, pelancong pun boleh ikut menjajal menggoreskan canting -semacam pena untuk melukis batik- ke atas kain mori. Wisatawan juga akan dikenalkan jenis-jenis kain batik dan motif yang dituangkan pada kain. Jika tak keberatan untuk berbasah dan berkotor-kotor sedikit, para penikmat perjalanan wisata bolehlah terjun ke dalam kolam pewarnaan. Bersama juru warna kain, wisatawan akan diajarkan mencelup dan mewarnai kain.
Wisatawan juga dapat mempelajari sejarah dan asal usul batik di Indonesia dan lahirnya batik khas Sragen itu sendiri. Gaya batik Sragen awal mulanya identik dengan batik Surakarta, terutama di era 80-an. Ini tak mengherankan, sebab para pionir kerajinan batik di Sragen umumnya pernah bekerja sebagai buruh batik di perusahaan milik juragan batik Surakarta.
Namun kemudian, batik Sragen berhasil membentuk ciri khas yang berbeda dari gaya Yogyakarta dan Surakarta. Batik gaya Yogyakarta umumnya memiliki dasaran --atau sogan-- putih dengan motif bernuansa hitam atau warna gelap. Corak Yogyakarta ini biasa disebut batik latar putih atau putihan. Beda lagi dengan batik gaya Surakarta, biasanya memiliki warna dasaran gelap dengan motif bernuansa putih. Biasa disebut batik latar hitam atau ireng. Batik Yogyakarta dan Surakarta juga lebih kuat dalam mempertahankan motif gaya kraton yang telah menjadi patokan baku, misalnya parang,kawung, sidodrajat, sidoluhur, dan lain sebagainya. Bagaimana dengan batik Pekalongan? Batik dari daerah pesisir utara Jawa itu biasanya berlatar warna cerah mencolok. Motif batik yang digoreskan umumnya berukuran kecil-kecil dengan jarak yang rapat. Beda dengan batik Sragen. Batik Sragen lebih kaya dengan ornamen flora dan fauna. Ada kalanya dikombinasi dengan motif baku. Jadilah, motif tumbuhan atau hewan yang disusupi motif baku seperti parang, sidoluhur, dan lain sebagainya. Belakangan ini beberapa perajin mulai mencoba menelurkan motif baru yang isinya merekam aktivitas keseharian masyarakat. Guratan motif batik Sragen dewasa ini cenderung menyiratkan makna secara tegas. Jauh lebih lugas ketimbang corak Yogyakarta dan Surakarta. Lahirnya motif tersebut tidak lepas dari pengaruh karakter masyarakat Sragen yang pada dasarnya terbuka dan blak-blakan dalam mengekspresikan isi hati.
Di desa wisata batik Kliwonan, wisatawan dapat dengan mudah membedakan batik Sragen dengan motif batik dari daerah lainnya. Para perajin batik di Kliwonan biasa menuangkan karyanya ke berbagai jenis kain dengan berbagai teknik produksi. Jenis kain yang digunakan antara lain sutera yang ditenun dengan mesin maupun manual, katun, dan primisma. Perajin di Sragen umumnya memproduksi batik dengan teknik tulis, cap, printing, dan kombinasinya. Namun, sebagian besar perajin masih mempertahankan teknik tulis di atas kain primisma. Teknik tradisional ini menunjukkan kemampuan luar biasa batik tulis Sragen dalam bertahan di era modern ini. Masih dipegangnya cara tradisional para pembatik di kawasan Kliwonan ini merupakan eksotisme yang langka dijumpai. Inilah daya tarik desa wisata batik Kliwonan.
Soal daya saing batik Sragen memang bukan isapan jempol semata. Walaupun berupa industri rumahan dan berlokasi di pedesaan, kapasitas produksi batik yang dihasilkan tidak bisa dianggap enteng. Lihat saja, produksi batik jenis katun yang dihasilkan pada 2005 mampu menembus angka 50.000 potong, sementara batik jenis sutera dari alat tenun bukan mesin mencapai 365.000 potong. Tak mengherankan apabila Sragen mampu membayang-bayangi Pekalongan dan Surakarta sebagai daerah produsen batik.
Toh, kesuksesan tersebut tidak lantas membuat para perajin batik menjadi lupa diri. Masyarakat sentra batik Girli itu dikenal sebagai komunitas yang religius. Mereka juga dikenal ramah, sopan, dan terbuka terhadap tamu. Ajaran Islam -agama mayoritas penduduk sentra batik Girli untuk memuliakan tamu yang disampaikan turun temurun oleh pendahulu mereka benar-benar dipegang teguh. Bahkan, jika beruntung, wisatawan akan menjumpai sambutan yang unik; hidangan daging ayam yang digoreng utuh. Tradisi ini merupakan simbol penghormatan dan ucapan selamat datang kepada para tamu atau orang asing yang dinilai bermaksud baik.
Kebiasaan uluk salam dan saling menyapa di antara penduduk, maupun kepada orang asing masih jamak ditemui di kawasan itu. Mereka pun begitu ringan tangan membantu tetangganya yang ditimpa kesusahan. Jadi jangan kaget, bila Anda berkunjung ke desa batik Kliwonan suatu saat nanti, bakal disambut penuh kehangatan. Dengan salam khas wong ndeso yang tulus dan menentramkan; Monggo pinarak, sederek…'', artinya, ''mari singgah, saudaraku''.
Galeri Batik Sukowati dan Sentra Bisnis Batik Sragen
Galleri Batik Sukowati dan Sentra Bisnis Batik Sragen (SBBS) terletak di jantung kota Sragen, hanya beberapa puluh langkah kaki dari kantor Pemerintahan Kabupaten. SBBS dan Galeri Batik Sukowati merupakan pusat perbelanjaan dan sirkulasi kerajinan batik Sragen. Dua lokasi itu merupakan gerai penjualan para pelaku bisnis di bidang industri batik.
Harga produk-produk batik di dua gerai itu sengaja dirancang agar terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dua gerai itu akhirnya menjadi pusat perbelanjaan batik yang mampu diakses masyarakat ekonomi lemah maupun golongan kaya. Untuk menarik pembeli dan mengembangkan pasar, di SBBS dan Galeri Batik Sukowati kerap diadakan bazaar batik dan acara yang bertema batik khas Sragen.
Sumber :
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4610&Itemid=1475
28 Juni 2007
Perpaduan antara berbagai obyek wisata yang menarik dan sentuhan manajemen modern berdampak positif bagi perkembangan industri pariwisata di Sragen. Pada tahun 2001 hingga 2005, terjadi peningkatan jumlah kunjungan rata-rata 4,61 % per tahun. Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan ini tentu berimbas pada naiknya pendapatan dari sektor pariwisata hingga12,30 %.
Beberapa obyek wisata di Sragen antara lain Museum Sangiran, Waduk Kedung Ombo, Pacuan Kuda Nyai Ageng Serang di Ngargotirto, Pemandian air panas Bayanan, wisata religi historis makam Pangeran Samudero di Gunung Kemukus, makam Joko Tingkir, wisata belanja batik di Kliwonan, dan lain sebagainya.
Di saat yang sama, tren yang berlangsung dalam satu dekade belakangan ini menunjukkan bahwa para wisatawan cenderung meminati obyek wisata bernuansa natural. Obyek-obyek wisata yang menjual eksotisme bentang alam dan nuansa masyarakat tradisional laku keras.
Wisatawan baik lokal maupun mancanegara di masa sekarang mengalami perubahan pada pola konsumsi. Para pelancong tidak lagi terfokus hanya sekadar ingin menikmati panorama alam yang indah dari sebuah daerah, namun juga ingin mengenal bahkan berinteraksi lebih intim ke dalam suatu pola kultur masyarakat. Dengan kecenderungan pariwisata semacam itu, kehidupan masyarakat, kreasi seni dan budaya, serta peninggalan sejarah yang terangkum dalam paket wisata lebih diminati para wisatawan.
Tren itu sungguh menjadi berkah tersendiri bagi dunia pariwisata Sragen. Keindahan bentang alam mudah dijumpai di Sragen. Keseharian masyarakatnya cukup dekat dengan tradisi nenek moyang. Keramahtamahan, kehidupan khas agraris yang kaya dengan kearifan lokal masih terjaga. Mereka pun setidaknya masih bersedia melestarikannya sebagai artefak budaya, yang ditampilkan dalam berbagai even kesenian. Fenomena tersebut menjadi bekal penting untuk berinvestasi di sektor pariwisata. Ada pula keuntungan yang bakal diperoleh calon investor bila hendak mengembangkan pariwisata di Sragen. Infrastruktur pariwisata di Sragen sudah siap. Akses jalan yang baik, air bersih, listrik, penginapan telah tersedia. Investor tinggal mengembangkan format yang sudah ada menjadi bentuk yang diinginkan.
Sangiran
Museum Sangiran adalah museum arkeologi bertaraf internasional. Bangunan museum Sangiran terletak di Kecamatan Kalijambe, tak jauh dari area situs fosil purbakala. Situs itu dikenal dengan sebutan Situs Sangiran. Luasnya mencapai 56 km persegi, meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, Plupuh) dan satu kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar (Gondangrejo). Situs Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran yang merupakan bagian dari depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (17 km dari kota Solo). Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald.
Lebih menarik lagi, di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Sampai saat ini sudah ditemukan 70 individu fosil Manusia Homo erectus di situs Sangiran. Jumlah ini merupakan 65 % dari seluruh fosil Homo erectus yang ditemukan di Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di seluruh dunia. Sementara jumlah fosil secara keseluruhan yang ditemukan di situs Sangiran sejak 1936 berjumlah 13.809 buah.
Sebanyak 2.934 di antaranya disimpan di dalam ruang pameran museum Sangiran dan 10.875 buah lainnya disimpan di gudang penyimpanan museum. Sejumlah fosil manusia lainnya disimpan di Museum Geologi Bandung dan laboratorium Palaeoanthropologi Yogyakarta. Sungguh jumlah fantastis yang menunjukkan betapa kayanya situs Sangiran. Maka, tak mengherankan bila Komite World Heritage kemudian mencatatkan Sangiran dalam daftar Warisan Dunia bernomor urut 593.
Selain ruang pameran yang luas, museum Sangiran memiliki berbagai fasilitas lain yang dapat diakses dengan mudah. Di museum yang dibangun pada tahun 1980 itu dilengkapi dengan laboratorium, perpustakaan, aula pertemuan, ruang audiovisual untuk memutar film kehidupan manusia prasejarah. Di sekitar museum, terdapat kios-kios souvenir yang menjajakan aneka kerajinan batu yang didandani sedemikian rupa sehingga mirip fosil.
Obyek wisata Museum Sangiran tampil makin lengkap dengan dibangunnya menara pandang yang sangat representatif untuk melakukan pengamatan. Tak jauh dari menara pandang, terdapat sebuah wisma penginapan. Bergaya arsitektur tradisional Jawa, wisma ini dibangun untuk menunjang kegiatan para tamu atau wisatawan, khususnya bagi mereka yang melakukan penelitian tentang seluk beluk fosil di kawsan situs.
Selengkapnya...............www.sragen.go.id
Bayanan
Kulit Sehat Berkat Air Panan Bayanan
Bagi Anda yang punya masalah kesehatan kulit, berendam dalam air hangat Bayanan bisa jadi solusi jitu nan murah. Cocok dikembangkan menjadi jasa mandi rempah. Pemandian air panas Bayanan terletak 17 km sebelah tenggara Kota Sragen. Tepatnya, di Dusun Bayanan, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, di lereng utara Gunung Lawu. Selama perjalanan menuju lokasi wisata Bayanan, para pengunjung akan disuguhi pemandangan indah berupa hamparan sawah menghijau dan kerimbunan hutan karet. Akses jalan dengan aspal berlapis hotmix mulus memudahkan aneka macam kendaraan hingga ukuran mikrobus dapat leluasa mencapai lokasi.
Bagi masyarakat Sragen khususnya dan Jawa Tengah umumnya, sumber air panas Bayanan sudah tidak asing lagi. Kemashyuran tersebut disebabkan oleh karena air panas Bayanan dipercaya menyimpan segudang khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan. Air panas Bayanan diyakini mampu menyembuhkan aneka problem kesehatan, antara lain gatal-gatal, rematik, pegal linu, flu tulang. Bahkan untuk beberapa kasus yang terjadi pada beberapa pengunjung, setelah beberapa kali mandi air panas Bayanan mampu menstabilkan tekanan darah.
Pengunjung pemandian air panas Bayanan tak hanya warga Sragen, tetapi juga berasal dari berbagai daerah. Di obyek wisata pemandian air panas Bayanan disediakan 7 kamar mandi dengan bathub dan kran air yang siap mengalirkan air bersuhu berkisar 36 derajat celcius. Agar sedikit hangat, pengunjung dapat menuangkan ke dalam bathub dengan air dingin yang tersedia. Umumnya, para pengunjung menghabiskan waktu 20 menit untuk mandi atau sekadar berendam.
Eksotika Hyang Tirto Nirmolo
Obyek wisata pemandian air panas Bayanan semula merupakan bekas tempat tetirah para orang kaya Belanda semasa kolonial yang dibangun tahun 1808 oleh Tuan Praul, salah satu saudagar Belanda terkemuka saat itu. Setelah berada di bawah pengelolaan pemerintah RI, pada tahun 1978, pemandian sumber air panas Bayanan direnovasi. Setahun kemudian sumber air panas Bayanan diresmikan sebagai obyek wisata dan di bawah pengelolaan Pemkab Dati II Sragen.
Namun mitos yang dipercaya penduduk desa di sekitar sumber air panas itu menyebutkan bahwa sumber air panas tersebut dijaga oleh makhluk halus berkekuatan magis. Makhluk itu bernama Hyang Tirto Nirmolo dan suka menolong menyembuhkan orang sakit. Penduduk setempat merasakan bahwa gatal-gatal (bubul-jawa); capek setelah bekerja berat dapat segera sembuh dan segar kembali usai mandi dengan air Bayanan. Oleh sebab itu, sebuah rumah kecil dibangun untuk lokasi upacara adat. Di bangunan yang sekarang dianggap keramat tersebut rutin diadakan upacara merayakan panen. Tradisi turun temurun itu biasanya berlangsung pada hari Jumat Legi dalam penanggalan Jawa.
Ramuan Dahsyat Air Panas Bayanan
Penelitian yang dilakukan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta menemukan bahwa panas air Bayanan berasal dari suhu yang dihasilkan magma cair. Panas dari magma menyentuh dasar sumber air tanah di kedalaman tertentu. Suhu air yang menjadi panas tetap terbawa hingga memancar di permukaan dan menjadi sumber air panas. Menurut pengukuran yang dilakukan, suhu air tepat di titik sumber mencapai 44 derajat Celcius. Setelah dialirkan dalam bak mandi, suhu air menjadi 36o C, sesuai dengan panas badan manusia. Inilah yang menyebabkan air panas Bayanan terasa enak dan nyaman untuk mandi.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan adanya banyak unsur/senyawa kimia yang terkandung dalam sumber air panas Bayanan. Kandungan senyawa tersebut bisa dilihat dalam hasil analisa Laboratorium Kimia yang dilakukan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta.
Penelitian juga mencatat adanya keunikan yang ada di sumber air panas Bayanan. Air panas yang memancar keluar letaknya dua meter di atas sebuah sungai, yang letaknya hanya bersebelahan. Air panas tersebut tidak merembes ke aliran sungai. Selain itu, bila mandi di waktu pagi, sore, dan malam hari, suhu air bertambah panas sehingga keringat banyak keluar. Namun, bila mandi di siang hari, suhu air menurun sehingga keringat tidak banyak keluar.
Bisa jadi, berbagai keunikan tersebut membuat air panas Bayanan memiliki banyak khasiat bagi kesehatan. Menurut sang juru kunci, Rejo Utomo, pengunjung yang berdatangan banyak yang telah membuktikan keampuhan air panas Bayanan. Berbagai penyakit kulit tersembuhkan. Bahkan mampu mengatasi rematik, menurunkan kadar kolesterol, memulihkan kebugaran tubuh, meningkatkan vitalitas, memelihara kesegaran sendi dan otot, dan menambah awet muda.
Khasiat air panas Bayanan dan lingkungan hutan yang asri lagi berudara segar, merupakan kombinasi tepat untuk mengembangkan wisata mandi rempah-rempah. Pengembangan tersebut semakin mudah dilakukan mengingat pemandian air panas Bayanan telah dilengkapi berbagai sarana, antara lain tujuh kamar mandi lengkap dengan bathtub, kolam renang, taman bermain untuk anak-anak, dan lain sebagainya.
Di sekitar Bayanan banyak diumbuhi perkebunan karet yang lebat, terutama di Kecamatan Kedawung. Perkebunan karet ini cocok digunakan sebagai lokasi perkemahan, olahraga luar ruang atau outbond. Potensi yang dapat dikembangkan adalah membuat arena permainan atau olahraga berbasis alam. Bisa juga dikembangkan sebagai arena permainan perang-perangan (wargame) beserta perlengkapannya (skirmish); dengan menggunakan air soft gun dan painting ball.
Kemukus
Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus
''Barang siapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikehendaki maka untuk mencapainya harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci. Harus konsentrasi pada yang dikehendaki, dekatkan keinginan, seakan-akan seperti menuju ke tempat yang disayanginya atau kesenangannya.''
Dalam selimut kabut tipis di tengah belantara, suatu pagi, tujuh abad silam, pesan itu meluncur dari bibir Pangeran Samudro. Bias cahaya lembut meliputi rona sang pangeran yang terbaring lemah. Beberapa orang dengan pakaian Kejawen bersimpuh mengelilingi tubuh yang sakit itu. Mata mereka berkaca-kaca. Mereka sadar sedang menyimak kata-kata penghabisan. Pesan itu terucap lamat. Kemudian senyap. Mengirim tanda tentang berakhirnya sebuah kehidupan.
Konon, itulah wejangan terakhir Pangeran Samudro, sesaat menjelang ia mangkat. Para pengikut Samudro kemudian mendirikan pemukiman. Letaknya tak jauh dari jasad sang Pangeran yang dimakamkan di sebuah bukit -dan kemudian disebut Gunung Kemukus. Dukuh Samudro, nama pemukiman itu, terletak beberapa puluh meter di bawah lokasi makam.
Para pengikut Samudro pun patuh melaksanakan wasiat terakhir junjungannya itu. Kisah-kisah keteladanan sang pangeran lalu terpatri hingga ratusan tahun, sengaja diwariskan turun temurun oleh penduduk Dukuh Samudro. Di Kemukus, nasihat Pangeran Samudro agar senantiasa bersungguh hati dalam mencapai kebaikan terus lestari dan ditularkan kepada siapa saja.
Obyek wisata Gunung Kemukus merupakan wisata spiritual dan banyak didatangi para pengunjung dari berbagai daerah untuk berziarah. Menghirup udara yang segar, atau sekadar berjalan-jalan di bawah kerindangan pohon-pohon langka berumur ratusan tahun merupakan satu pesona tersendiri. Secara administratif, Gunung Kemukus dan Dukuh Samudro kini masuk wilayah Kecamatan Miri, sekitar 25 kilometer dari pusat Kabupaten Sragen.
Memasuki Dukuh Samudro di lereng Kemukus, pengunjung akan menjumpai berbagai aktivitas khas warga pedesaan. Proyek Waduk Kedung Ombo yang diresmikan pada 1990 menyebabkan bukit Kemukus kini dikelilingi oleh air. Dari kejauhan terlihat seperti bukit di tengah telaga. Jika debit air sedang tinggi, pengunjung harus menyeberang dengan menggunakan perahu atau rakit yang disediakan penduduk.
Menuju kompleks makam di puncak bukit, jalanan agak menanjak. Di sini terhampar titian tangga beton berundak menuju makam. Di bukit ini, kerimbunan pohon berjenis langka tumbuh dengan ukuran raksasa. Hutan di Kemukus masih terjaga. Suasana pun menjadi menyenangkan, teduh dan segar, sesekali terdengar kicauan burung hutan.
Kompleks makam Pangeran Samudro itu sederhana saja. Nisan antik dengan ornamen khas Jawa nampak menghiasi pusara. Kain kelambu putih menyelubungi pucuk-pucuk nisan. Lingkungan yang terjaga kebersihannya membuat kompleks makam jauh dari kesan menakutkan. Meskipun demikian, aura kharismatik tetap memancar dari kompleks makam tersebut.
Untuk melindungi makam dari perubahan cuaca, sebuah bangunan beratap joglo didirikan. Di bawah naungan joglo itulah para peziarah biasanya duduk bersila melantunkan doa. Bagi penduduk setempat dan juga peziarah, memandang nisan antik di pusara dapat mengingatkan beribu kisah tentang kearifan dan kesederhanaan Pangeran Samudro.
Anak Raja Terakhir Majapahit
Pangeran Samudro adalah salah satu anak penguasa terakhir kerajaan Majapahit, sebuah kerajaan Hindu terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-13. Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur itu wilayah kekuasaannya meliputi kepulauan Indonesia dan membentang hingga bagian selatan India.
Tak lama setelah Islam masuk ke Indonesia, Majapahit pun runtuh. Samudro, pemuda umur 18 tahun --waktu itu, enggan melarikan diri sebagaimana dilakukan banyak kerabatnya. Ia justru menanggalkan pangkat dan memilih menjadi pandita. Berguru tentang agama yang baru datang ke tanah Jawa itu; Islam, kepada Sunan Kalijaga,ulama besar yang tinggal di Kesultanan Demak.
Usai berlajar di bawah bimbingan wali penyebar Islam itu, Samudro melanglang negeri turut menyiarkan risalah Islam. Selain menyebarkan agama Islam, Samudro juga menemui sisa-sisa dinasti Majapahit yang tercerai berai, mengajak mereka bergabung ke dalam payung Kesultanan Demak.
Namun, di tengah ekspedisi tersebut, Samudro mendadak jatuh sakit dan meninggal. Pangeran Samudro akhirnya dimakamkan di sebuah bukit yang terletak tak jauh dari lokasi ia wafat. Oleh pengikutnya, tempat Pangeran Samudro meninggal didirikan sebuah desa dan dinamakan Dukuh Samudro.
Konon, terjadi fenomena alam yang aneh sepeninggal Pangeran Samudro. Asap hitam (dalam bahasa Jawa diistilahkan kukus) menyelimuti bukit tempat makam Pangeran Samudro. Fenomena itu terjadi setiap menjelang pergantian musim. Oleh penduduk dan pengikut Pangeran Samudro, bukit itu lalu dinamakan Gunung Kemukus.
Syahdan, ibu Pangeran Samudra, Raden Ayu Ontrowulan sangat bersedih mendengar kematian putra semata wayangnya. Ia pun menyusul ke Kemukus dan mensucikan diri dengan air dari telaga kecil yang letaknya tak jauh dari makam. Ontrowulan lalu berdoa tanpa henti agar dapat dipertemukan dengan Pangeran Samudro. Menurut legenda yang dipercaya penduduk setempat, tubuh Ontrowulan tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak. Penduduk percaya hal tersebut disebabkan Ontrowulan berdoa dengan sepenuh hati diserta jiwa raga yang sudah suci. Orang Jawa menyebut kejadian itu sebagai muksa. Telaga tempat muksa itu lalu dinamakan sendang Ontrowulan.
Jejak Pertemuan Budaya Jawa dan Islam
Anak keturunan pengikut Pangeran Samudro mempercayai kawasan Gunung Kemukus sebagai lokasi sakral untuk berdoa bersama. Setiap Kamis malam menjelang Jumat Pon dan Jumat Kliwon dalam kalender Jawa selalu digelar doa tahlil bersama. Acara itu juga digunakan untuk memperingati penemuan pusaka Kotang Ontokusumo oleh Sri Sultan Demak. Tradisi itu terus dipertahankan hingga kini. Pada hari-hari tersebut pengunjung yang berziarah dan berdoa datang membludak. Pentas wayang kulit digelar semalam suntuk untuk mengajak berbuat baik.
Ritual yang paling ramai dan diminati pengunjung adalah upacara di bulan Syuro bulan pertama dalam penanggalan Jawa, yang bertepatan dengan dimulainya bulan Muharram dalam kalender Islam. Tiap Kamis malam diadakan pentas wayang kulit semalam suntuk. Sedangkan pada hari Kamis di pekan pertama bulan Syuro digelar tradisi larap slambu yang merupakan ritual pencucian kain penutup makam Pangeran Samudro. Ritual ini dipercaya memberi berkah bagi pengunjung yang memanfaatkan air bekas cucian slambu dan potongan kain slambunya.
Saat ritual Larap Slambu, para bangsawan Kraton Surakarta bisanya turut menghadirinya. Mereka berbusana tradisional Jawa. Pada hari itu wisatawan dapat menjumpai ornamen dan pakaian tradisional Jawa, prajurit dengan senjata khas kraton kuno di setiap sudut Kemukus. Nuansa tradisional Jawa sangat terasa pada ritual Larap Slambu itu.
Yang tak kalah menarik adalah mengamati pola kehidupan, kebudayaan, dan kepercayaan yang berlangsung dalam masyarakat kawasan Gunung Kemukus. Di kawasan tersebut bakal ditemui jejak-jejak perjumpaan antara tradisi Jawa Hindu dan Islam. Lengkap dengan berbagai legenda dan artefak bersejarah yang tersisa. Niscaya, dari aspek antropologi, para pengunjung akan menemui kesan eksotis ketika berada di kawasan itu.
Kedung Ombo
Surga Petualang di Kedung Ombo
Waduk Kedung Ombo merupakan bendungan raksasa seluas 6.576 hektar yang areanya mencakup sebagian wilayah di tiga Kabupaten, yaitu; Sragen, Boyolali, dan Grobogan. Waduk yang membendung lima sungai itu terdiri dari wilayah perairan seluas 2.830 hektar dan 3.746 hektar lahan yang tidak tergenang air.
Lokasi obyek wisata Waduk Kedung Ombo yang menjadi andalan Sragen terletak di Kecamatan Sumberlawang, sekitar 30 km dari pusat kota. Selain disuguhi pemandangan nan indah, para pengunjung Waduk Kedung Ombo bisa menikmati wisata air, menumpang perahu motor bertualang mengunjungi pulau-pulau yang bermunculan di tengah waduk. Anda penyuka ikan bakar atau hobi mengail ikan? Jangan khawatir, di Waduk Kedung Ombo juga tersedia tempat pemancingan sekaligus warung yang menjajakan aneka makanan olahan berbahan ikan. Begitu turun dari kendaraan di area parkir, aroma wangi ikan yang dibakar atau digoreng langsung menyergap, mengundang selera makan.
Di kawasan Waduk Kedung Ombo, tepatnya di desa Ngargotirto, telah dibangun arena pacuan kuda dengan lintasan sepanjang 600 meter. Arena pacuan kuda yang diberi nama 'Nyi Ageng Serang' itu merupakan miniatur dari lapangan pacuan kuda Pulo Mas Jakarta. Pada bulan Desember 2006 silam di lokasi tersebut dilangsungkan kejuaraan pacuan kuda tingkat nasional memperebutkan piala Gubernur Jawa Tengah.
Potensi pengembangan obyek wisata adalah memperbanyak homestay yang menyatu dengan rumah penduduk, sehingga para wisatawan dapat tinggal lebih lama di kawasan Waduk Kedung Ombo. Adanya homestay membuat wisatawan dapat melihat dari dekat kehidupan sehari-hari masyarakat, dan bahkan menjalani kehidupan seperti penduduk lokal, selang beberapa waktu.
Investasi juga dapat ditanam di sektor perikanan darat dengan metode karamba dan dilengkapi restoran apung. Di bantaran seputar waduk, cocok untuk mengembangkan usaha agrobisnis buah-buahan dan sayur mayur. Selain dekat dengan sumber air yang diambil dari waduk, kualitas air waduk juga bersih dari polutan.
Bila tak ingin setengah-setengah menerjuni bisnis pariwisata, investor bisa mengembangkan kompleks wisata terpadu di Kedung Ombo. Investor dapat memanfaatkan obyek wisata air, karamba serta restoran apung, dan arena pacuan kuda yang sudah tersedia, sembari membangun wisata agrobisnis, taman safari, lapangan golf, dan juga kereta gantung untuk menikmati pemandangan kompleks Kedungombo dari ketinggian. Bila kompleks wisata terpadu ini terwujud, pengunjung pasti akan memperoleh petualangan mengesankan, unik, dan dirindukan.
Kompleks Pacuan Kuda Nyi Ageng Serang
Asyiknya Berkuda di Pedesaan Tropis
Arena pacuan kuda Nyi Ageng Serang terletak di Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang. Lintasan sepanjang 600 meter itu hanya berjarak 1,5 kilometer dari tepian waduk Kedung Ombo.
Akses menuju lintasan pacuan kuda Nyi Ageng Serang relatif mudah. Arena pacuan kuda itu berjarak 30 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sragen dan dapat ditempuh selama 40 menit dengan mengendarai mobil. Dari Semarang, pungunjung dapat melewati jalur alternatif Salatiga-Karanggede-Gemolong-Sumberlawang. Dari Surakarta (Solo); pengunjung dapat mengambil rute Solo-Purwodadi dan berbelok ke barat ketika memasuki daerah Sumberlawang. Lokasi pacuan Kuda berada lima kilometer dari jalan raya Solo-Purwodadi.
Keberadaan arena pacuan kuda di Ngasinan membawa perubahan pada wajah desa. Jalan hotmix sepanjang lima kilometer kini membelah dari pusat Kecamatan Sumberlawang hingga ke pedesaan. Memudahkan arus transportasi dan perdagangan. Penerangan jalan dan fasilitas air bersih kini tersedia dalam jumlah dan kualitas yang memadai.
Desa Wisata Kliwonan
Merekam Kearifan Lokal Lewat Seulas Batik
Dunia mode dan fashion rasanya sudah tidak asing lagi dengan batik. Menyebut batik, ingatan seseorang akan melayang pada secarik kain dan pakaian khas Indonesia. Khususnya Pekalongan, Surakarta, dan Yogyakarta. Tiga kota itu selama ini lebih dikenal oleh para pecinta busana sebagai sentra penghasil batik. Namun jika ditelusuri lebih jauh, pusat-pusat produksi batik pun dapat ditemukan di daerah lain di Jawa Tengah.
Kabupaten Sragen, misalnya, adalah sentra produksi batik terbesar setelah Pekalongan dan Surakarta. Di Sragen, terdapat dua sub sentra batik yakni Kecamatan Plupuh dan Masaran. Dua sub sentra tersebut memiliki beberapa desa penghasil batik. Letak mereka pun berdekatan, saling berseberangan di sisi utara dan selatan Sungai Bengawan Solo.
Desa-desa di utara sungai adalah Jabung dan Gedongan yang masuk wilayah Kecamatan Plupuh. Mereka hanya berjarak sepelemparan batu dengan Desa Pilang, Sidodadi, dan Kliwonan. Tiga desa yang disebut terakhir terletak di selatan Bengawan Solo dan berada dalam wilayah Kecamatan Masaran.
Karena berada di pinggiran sungai atau kali --dalam bahasa Jawa, industri Batik di kawasan tersebut juga dikenal dengan sebutan Batik Girli (Pinggir Kali). Di dua sub sentra batik tersebut terdapat 4.817 perajin batik dengan menyerap sekurangnya 7.072 tenaga kerja.
Sebagian besar perajin batik tinggal di desa Kliwonan. Kuantitas produksi batik yang dihasilkan perajin Kliwonan pun paling besar. Oleh sebab itu, kawasan penghasil batik di Sragen kemudian lebih dikenal dengan sebutan sentra batik Kliwonan. Pemerintah Kabupaten Sragen lalu menetapkan sentra batik itu sebagai kawasan wisata terpadu, yang dinamakan Desa Wisata Batik Kliwonan. Desa Kliwonan sekaligus diditetapkan menjadi pusat pengembangan, pelatihan, dan pemasaran batik.
Desa wisata batik terletak 13 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sragen dan telah dilengkapi dengan infrastruktur dan sarana publik yang memadai. Di sepanjang jalan menuju lokasi desa wisata yang terletak 4 kilometer dari jalan besar itu, pengunjung akan disuguhi hamparan persawahan dan rumah penduduk yang tertata rapi.
Untuk menuju lokasi desa wisata batik tidaklah sulit. Dari jalan raya Solo-Sragen, ketika sudah masuk ke Kecamatan Masaran, penunjuk jalan menuju desa wisata batik Kliwonan dapat dijumpai. Kala tiba di desa wisata batik, pelancong tidak hanya dapat berbelanja. Wisatawan juga dapat melihat proses pembatikan, seperti proses penjemuran, pewarnaan, pemberian motif, pelapisan dengan sejenis parafin, dan pembatikan.
Para pelancong yang berminat tinggal beberapa hari dapat menginap di rumah-rumah penduduk yang telah disulap menjadi homestay. Perjalanan wisata ini dapat menyuguhkan pengalaman yang tak terlupakan. Sebab, wisatawan dapat memperoleh cukup waktu untuk belajar membatik sembari menikmati kehidupan warga pedesaan khas Sragen.
Tidak cuma melihat proses pembuatan batik, pelancong pun boleh ikut menjajal menggoreskan canting -semacam pena untuk melukis batik- ke atas kain mori. Wisatawan juga akan dikenalkan jenis-jenis kain batik dan motif yang dituangkan pada kain. Jika tak keberatan untuk berbasah dan berkotor-kotor sedikit, para penikmat perjalanan wisata bolehlah terjun ke dalam kolam pewarnaan. Bersama juru warna kain, wisatawan akan diajarkan mencelup dan mewarnai kain.
Wisatawan juga dapat mempelajari sejarah dan asal usul batik di Indonesia dan lahirnya batik khas Sragen itu sendiri. Gaya batik Sragen awal mulanya identik dengan batik Surakarta, terutama di era 80-an. Ini tak mengherankan, sebab para pionir kerajinan batik di Sragen umumnya pernah bekerja sebagai buruh batik di perusahaan milik juragan batik Surakarta.
Namun kemudian, batik Sragen berhasil membentuk ciri khas yang berbeda dari gaya Yogyakarta dan Surakarta. Batik gaya Yogyakarta umumnya memiliki dasaran --atau sogan-- putih dengan motif bernuansa hitam atau warna gelap. Corak Yogyakarta ini biasa disebut batik latar putih atau putihan. Beda lagi dengan batik gaya Surakarta, biasanya memiliki warna dasaran gelap dengan motif bernuansa putih. Biasa disebut batik latar hitam atau ireng. Batik Yogyakarta dan Surakarta juga lebih kuat dalam mempertahankan motif gaya kraton yang telah menjadi patokan baku, misalnya parang,kawung, sidodrajat, sidoluhur, dan lain sebagainya. Bagaimana dengan batik Pekalongan? Batik dari daerah pesisir utara Jawa itu biasanya berlatar warna cerah mencolok. Motif batik yang digoreskan umumnya berukuran kecil-kecil dengan jarak yang rapat. Beda dengan batik Sragen. Batik Sragen lebih kaya dengan ornamen flora dan fauna. Ada kalanya dikombinasi dengan motif baku. Jadilah, motif tumbuhan atau hewan yang disusupi motif baku seperti parang, sidoluhur, dan lain sebagainya. Belakangan ini beberapa perajin mulai mencoba menelurkan motif baru yang isinya merekam aktivitas keseharian masyarakat. Guratan motif batik Sragen dewasa ini cenderung menyiratkan makna secara tegas. Jauh lebih lugas ketimbang corak Yogyakarta dan Surakarta. Lahirnya motif tersebut tidak lepas dari pengaruh karakter masyarakat Sragen yang pada dasarnya terbuka dan blak-blakan dalam mengekspresikan isi hati.
Di desa wisata batik Kliwonan, wisatawan dapat dengan mudah membedakan batik Sragen dengan motif batik dari daerah lainnya. Para perajin batik di Kliwonan biasa menuangkan karyanya ke berbagai jenis kain dengan berbagai teknik produksi. Jenis kain yang digunakan antara lain sutera yang ditenun dengan mesin maupun manual, katun, dan primisma. Perajin di Sragen umumnya memproduksi batik dengan teknik tulis, cap, printing, dan kombinasinya. Namun, sebagian besar perajin masih mempertahankan teknik tulis di atas kain primisma. Teknik tradisional ini menunjukkan kemampuan luar biasa batik tulis Sragen dalam bertahan di era modern ini. Masih dipegangnya cara tradisional para pembatik di kawasan Kliwonan ini merupakan eksotisme yang langka dijumpai. Inilah daya tarik desa wisata batik Kliwonan.
Soal daya saing batik Sragen memang bukan isapan jempol semata. Walaupun berupa industri rumahan dan berlokasi di pedesaan, kapasitas produksi batik yang dihasilkan tidak bisa dianggap enteng. Lihat saja, produksi batik jenis katun yang dihasilkan pada 2005 mampu menembus angka 50.000 potong, sementara batik jenis sutera dari alat tenun bukan mesin mencapai 365.000 potong. Tak mengherankan apabila Sragen mampu membayang-bayangi Pekalongan dan Surakarta sebagai daerah produsen batik.
Toh, kesuksesan tersebut tidak lantas membuat para perajin batik menjadi lupa diri. Masyarakat sentra batik Girli itu dikenal sebagai komunitas yang religius. Mereka juga dikenal ramah, sopan, dan terbuka terhadap tamu. Ajaran Islam -agama mayoritas penduduk sentra batik Girli untuk memuliakan tamu yang disampaikan turun temurun oleh pendahulu mereka benar-benar dipegang teguh. Bahkan, jika beruntung, wisatawan akan menjumpai sambutan yang unik; hidangan daging ayam yang digoreng utuh. Tradisi ini merupakan simbol penghormatan dan ucapan selamat datang kepada para tamu atau orang asing yang dinilai bermaksud baik.
Kebiasaan uluk salam dan saling menyapa di antara penduduk, maupun kepada orang asing masih jamak ditemui di kawasan itu. Mereka pun begitu ringan tangan membantu tetangganya yang ditimpa kesusahan. Jadi jangan kaget, bila Anda berkunjung ke desa batik Kliwonan suatu saat nanti, bakal disambut penuh kehangatan. Dengan salam khas wong ndeso yang tulus dan menentramkan; Monggo pinarak, sederek…'', artinya, ''mari singgah, saudaraku''.
Galeri Batik Sukowati dan Sentra Bisnis Batik Sragen
Galleri Batik Sukowati dan Sentra Bisnis Batik Sragen (SBBS) terletak di jantung kota Sragen, hanya beberapa puluh langkah kaki dari kantor Pemerintahan Kabupaten. SBBS dan Galeri Batik Sukowati merupakan pusat perbelanjaan dan sirkulasi kerajinan batik Sragen. Dua lokasi itu merupakan gerai penjualan para pelaku bisnis di bidang industri batik.
Harga produk-produk batik di dua gerai itu sengaja dirancang agar terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dua gerai itu akhirnya menjadi pusat perbelanjaan batik yang mampu diakses masyarakat ekonomi lemah maupun golongan kaya. Untuk menarik pembeli dan mengembangkan pasar, di SBBS dan Galeri Batik Sukowati kerap diadakan bazaar batik dan acara yang bertema batik khas Sragen.
Sumber :
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4610&Itemid=1475
28 Juni 2007
Sragen Online-kan Desa
Inilah contoh sebuah kabupaten yang berhasil menerapkan TIK dengan baik. Sekarang mereka menjadi daerah rujukan bagi daerah lain. Tapi mereka tak berpuas diri. Sejumlah terobosan terus digelar. Salah-satunya, membangun jaringan ke semua desa.
Pagi itu, kesibukan lalu lintas di perempatan lampu merah depan Kantor Pemkab Kabupaten berjalan normal. Sejumlah kendaraan baik roda dua, roda empat, bahkan sepeda gayuh berlalu lalang seperti biasa. Tidak ada kemacetan layaknya Jakarta. Sesekali nampak pejalan kaki melewati trotoar di depan alun-alun yang terletak tepat di kantor Pemkab Sragen.
Suasana lalu lintas di depan Pemkab Sragen itu nampak jelas terlihat dari layar laptop yang tengah dioperasikan oleh salah-satu staf bagian Litbang dan Data Elektronik Pemkab Sragen. Semua terpantau melalui CCTV (Closed Circuit Television) yang dipasang di salah-satu sudut perempatan lampu merah. Tidak saja di perempatan lampu merah depan kantor Pemkab, CCTV juga dipasang di berbagai titik perempatan ruas jalan lain. Menurut Budi Sulihanto, Kepala Litbang & Data Elektronik Pemkab Sragen, terdapat 14 titik lokasi yang sudah terpasangi CCTV sejak awal 2007, yakni 4 CCTV dipasang di dalam ruang kantor Pemkab, 2 CCTV di depan kantor Pemkab, dan 8 CCTV tersebar di berbagai sudut jalan di Kabupaten dengan penduduk sebesar 865.375 jiwa ini. Yang menarik, dalam waktu dekat Pemkab akan menambah pemasangan CCTV di 20 titik.
Perluas Akses
Menurut Budi, rencana memperbanyak CCTV dilatarbelakangi oleh manfaat yang langsung dirasakan setelah terpasangnya alat tersebut di sejumlah titik. “Melalui CCTV, keamanan di wilayah Sragen khususnya di tempat keramaian bisa terjaga. Begitu juga dalam hal ketertiban,” paparnya. Praktis, terobosan yang dilakukan Pemkab Sragen mendapat respon positif dari pihak kepolisian setempat serta masyarakat.
Selain CCTV, Pemkab juga tengah berancangancang untuk membuka hot spot di empat lokasi yang menjadi area publik. “Sehingga warga bisa akses internet gratis,” terang Budi. Terobosan ini merupakan salah-satu trik Pemkab untuk mensosialisasikan TIK kepada masyarakat. “Kalau sudah ada akses internet, mereka kan jadi terpacu untuk menggunakannya,” ujar Budi lagi. Tidak berhenti di situ. Sebuah TV Plasma ukuran 4 x 4 meter akan ditempatkan di sekitar alun-alun sebagai sarana pemberi informasi kepada masyarakat. “TV plasma juga bisa difungsikan sebagai sarana untuk menghibur warga. Semisal ada tayangan yang menarik atau teleconference dengan pusat, kita bisa sharing lewat TV tersebut,” demikian tutur pria lulusan Fakultas Pertanian UNS ini.
Apa yang dilakukan Pemkab Sragen dengan memperbanyak CCTV, membuka hot spot, memasang TV plasma merupakan pengembangan lebih lanjut dari pemanfaat ICT (Information and Communication Technology) terkait dengan program e-government. Boleh dibilang, cukup banyak terobosan yang dilakukan Pemkab Sragen dalam penggunaan TIK sehingga membuat daerah ini menjadi salah-satu rujukan kebanyakan kabupaten/kota di Indonesia sebagai model percontohan e-government. Bisa dipastikan, setiap minggu selalu ada tamu berkunjung ke kabupaten yang terletak di Jawa Tengah ini.
Bila dikilas balik, sejak 2002, kabupaten yang dinahkodai Untung Wiyono ini mulai menggunakan TI untuk menjalankan roda pemerintah. Mulai dari conneting semua satuan kerja hingga ke tingkat kecamatan, penggunaan beragam aplikasi, pelayanan publik satu pintu secara elektronis hingga melatih SDM di pemerintah agar mengerti, paham dan kini terbiasa bekerja secara elektronis. Salah-satu indikatornya bila dilihat dari penggunaan aplikasi Kantaya. Praktis semuanya serba online mulai dari daily report/monitoring/controlling setiap Satker, pengiriman data mengenai informasi dan monitoring proyek/kegiatan pada setiap Satker, agenda kerja pada setiap Satker, surat diskusi hingga forum diskusi.
Getolnya kabupaten yang separo lebih penduduknya berprofesi sebagai petani ini tak luput dari fokus utama mereka untuk meningkatkan kualitas pelayanan. “Alat untuk meningkatkan kualitas layanan ya dengan TI,” tukas Untung. Nah, jangan heran bila Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) yang pertengahan tahun lalu berubah menjadi Badan Pelayanan Terpadu (BPT), memang menyajikan layanan yang cespleng. Menggunakan aplikasi Sistem Informasi Perizinan dengan sistem One Stop Service, proses layanan berlangsung efisien, cepat, dan transparan. “Proses dokumen juga berlangsung secara otomatis disertai adanya fasilitas tracking dokumen,” terang Kepala BPT, M. Isnadi.
Dituangkannya pelayanan prima dalam visi dan misi Nasional Indonesia, menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan prima aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan keharusan dan tidak dapat diabaikan lagi, karena hal ini merupakan bagian tugas dan fungsi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
Hal itulah, menurut Isnadi, yang langsung ditangkap Pemkab Sragen dengan segera membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) melalui Keputusan Bupati Sragen Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen, sedangkan operasional secara resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2002 oleh Bupati Sragen. Kebijakan ini didukung sepenuhnya pula oleh legislatif dengan surat Ketua DPRD Kabupaten Sragen Nomor 170/288/15/2002 tangggal 27 September 2002 perihal Persetujuan Operasional UPT Kabupaten Sragen. Untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat maka Selanjutnya pada tahun 2003 telah dikuatkan dengan Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2003 dalam bentuk Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen. Kemudian untuk meningkatkan kualitas layanan maka pada tanggal 20 Juli 2006 institusi tersebut diubah menjadi Badan Pelayanan Terpadu Kabupaten dengan Perda Kabupaten Sragen Nomor 4 Tahun 2006.
Saat ini lama waktu pengurusan izin, menurut Isnadi, makin diperingkas. Meski sudah ada aturan waktu, biasanya dipercepat hingga 65%nya. “Jadi kalau dalam aturan waktunya satu minggu, kami bisa menyelesaikannya hanya 3 hari,” ujarnya. Bahkan Pada tahun ini, BPT mempercepat waktu pelayanan hingga 76%. Hasilnya? Indeks kepuasan masyarakat menyentuh angka 83,6. Sebagai gambaran, BPT menangani 59 perizinan dan 10 non perizinan. Pembagian kewenangan pelayanan telah dilimpahkan ke tingkat kecamatan berjumlah 17 perizinan.
Penggunaan TIK diakui Isnadi mampu menggerakkan sektor ekonomi. Tak hanya asal bicara, ia langsung menyodorkan sejumlah data. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri dari 2002 ke 2006 menunjukkan peningkatan dari 40.785 jiwa menjadi 58.188 jiwa. Begitu juga dengan investasi. Penggunaan TIK turut mendongkrak investasi dari 592 miliar pada 2002, empat tahun kemudian tepatnya 2006 menjadi Rp 1,2 triliun. Peningkatan juga bisa dilongok dari jumlah perusahaan yang memiliki perizinan (legalitas usaha) dari 6.373 perusahaan (2004) naik 10.293 perusahaan di tahun 2006. Setali tiga uang, perkembangan jumlah perizinan melonjak 100 persen lebih dari 2.027 menjadi 5.274, hanya dalam tempo empat tahun (2002 – 2006).
Onlinekan Desa
Sepertinya, pembangunan TIK di Kabupaten ini tak pernah berhenti. Tahun ini, Pemkab membangun jaringan ke tingkat desa yang berjumlah 208 desa. Targetnya akhir Desember ini, gawe tersebut rampung. Tersedianya infrastruktur praktis dibarengi dengan kesiapan perangkat desa yang akan mengoperasikan komputer berikut aplikasinya. Adanya jaringan hingga ke tingkat desa juga bakal membuat guyuran informasi ke masyarakat semakin banyak. Salah-satu di antaranya, masyarakat petani. Nah, di tingkat desa, terdapat 3 PNS yang menangani urusan tersebut yang mengemban tugas meng-update data dan informasi, melakukan penyuluhan pertanian, serta memberdayakan masyarakat. Dengan begitu, manfaat penggunaan TI juga bisa dirasakan oleh masyarakat di Sragen yang banyak berprofesi sebagai petani dan pedagang.
Siap Membantu Daerah Lain
Bila kebanyakan daerah membangun TIK dengan melibatkan pihak ketiga, tidak demikian dengan Sragen. Kabupaten ini melakukannya sendiri. Mulai dari belanja perangkat keras sesuai dengan kebutuhan, instalasi, hingga maintenance. “Kami in-house sendiri karena kami tahu bagaimana cara instalasi hingga maintenance,” tukas Untung. Kelebihan ini lantaran Pemkab Sragen memiliki SDM TI cukup banyak, yakni sekitar 30 staf yang memiliki latar belakang ilmu komputer serta TIK. Mereka direkrut dari berbagai perguran tinggi pada tahun 2003 menyusul semakin pentingnya kebutuhan SDM TI di Kabupaten Sragen.
Lantaran semua dilakukan secara mandiri maka meski alokasi anggaran TI tidak begitu besar output yang dihasilkan maksimal. Sedikit gambaran, dalam kurun waktu 2002 hingga 2005, jumlah dana pembangunan TI hanya Rp 1,2 juta. Angka tersebut sudah meng-online-kan semua satuan kerja hingga kecamatan, pemakaian beragam aplikasi, hingga pelatihan. “Banyak yang tidak percaya dengan dana segitu kami bisa membangun TIK seperti sekarang,” tutur Budi.
Yang menarik, mengutip pernyataan Untung, SDM TI di Pemkab Sragen siap membantu Pemkab/Pemkot yang ingin menerapkan e-government. Kehandalan SDM TI di Pemkab Sragen tak perlu diragukan. Hasil kerja nyata mereka bisa ditengok dari keberhasilan penerapan e-government di Sragen. Dijelaskan Untung, pola kerja sama antara Pemkab dengan daerah lain dilakukan secara profesional. “Jangan diartikan, kami ingin komersial. Tetapi jangan sampai transport pegawai saya hingga akomodasi ditanggung oleh kami sendiri selama membantu daerah tersebut,” katanya. Soal harga, masih kata Untung, jauh lebih murah dibandingkan harga yang dipatok vendor. “Contohnya untuk pemasangan software KTP online 2 menit. Kalau membeli di tempat lain bisa mencapai Rp 2 miliar. Kami menjualnya hanya Rp 50 juta.” Adapun daerah yang sudah bekerja sama dengan Pemkab Sragen antara lain: Lebak Banten, Balangan Kalsel, dan Dumai Riau. “Ada beberapa daerah yang sudah disurvei seperti Maros Sulsel, Bone Sulsel, Pasaman Sumbar, Pacitan Jatim,” jelas Budi seraya menambahkan beberapa daerah lain sudah masuk dalam listing. Kesediaan Pemkab membantu daerah lain, tak lepas dari niatan mereka untuk memajukan Indonesia. “Kami ingin mewarnai Indonesia,” ungkap Untung.
Sumber:
http://www.majalaheindonesia.com/sragen-ed22_2.htm
Pagi itu, kesibukan lalu lintas di perempatan lampu merah depan Kantor Pemkab Kabupaten berjalan normal. Sejumlah kendaraan baik roda dua, roda empat, bahkan sepeda gayuh berlalu lalang seperti biasa. Tidak ada kemacetan layaknya Jakarta. Sesekali nampak pejalan kaki melewati trotoar di depan alun-alun yang terletak tepat di kantor Pemkab Sragen.
Suasana lalu lintas di depan Pemkab Sragen itu nampak jelas terlihat dari layar laptop yang tengah dioperasikan oleh salah-satu staf bagian Litbang dan Data Elektronik Pemkab Sragen. Semua terpantau melalui CCTV (Closed Circuit Television) yang dipasang di salah-satu sudut perempatan lampu merah. Tidak saja di perempatan lampu merah depan kantor Pemkab, CCTV juga dipasang di berbagai titik perempatan ruas jalan lain. Menurut Budi Sulihanto, Kepala Litbang & Data Elektronik Pemkab Sragen, terdapat 14 titik lokasi yang sudah terpasangi CCTV sejak awal 2007, yakni 4 CCTV dipasang di dalam ruang kantor Pemkab, 2 CCTV di depan kantor Pemkab, dan 8 CCTV tersebar di berbagai sudut jalan di Kabupaten dengan penduduk sebesar 865.375 jiwa ini. Yang menarik, dalam waktu dekat Pemkab akan menambah pemasangan CCTV di 20 titik.
Perluas Akses
Menurut Budi, rencana memperbanyak CCTV dilatarbelakangi oleh manfaat yang langsung dirasakan setelah terpasangnya alat tersebut di sejumlah titik. “Melalui CCTV, keamanan di wilayah Sragen khususnya di tempat keramaian bisa terjaga. Begitu juga dalam hal ketertiban,” paparnya. Praktis, terobosan yang dilakukan Pemkab Sragen mendapat respon positif dari pihak kepolisian setempat serta masyarakat.
Selain CCTV, Pemkab juga tengah berancangancang untuk membuka hot spot di empat lokasi yang menjadi area publik. “Sehingga warga bisa akses internet gratis,” terang Budi. Terobosan ini merupakan salah-satu trik Pemkab untuk mensosialisasikan TIK kepada masyarakat. “Kalau sudah ada akses internet, mereka kan jadi terpacu untuk menggunakannya,” ujar Budi lagi. Tidak berhenti di situ. Sebuah TV Plasma ukuran 4 x 4 meter akan ditempatkan di sekitar alun-alun sebagai sarana pemberi informasi kepada masyarakat. “TV plasma juga bisa difungsikan sebagai sarana untuk menghibur warga. Semisal ada tayangan yang menarik atau teleconference dengan pusat, kita bisa sharing lewat TV tersebut,” demikian tutur pria lulusan Fakultas Pertanian UNS ini.
Apa yang dilakukan Pemkab Sragen dengan memperbanyak CCTV, membuka hot spot, memasang TV plasma merupakan pengembangan lebih lanjut dari pemanfaat ICT (Information and Communication Technology) terkait dengan program e-government. Boleh dibilang, cukup banyak terobosan yang dilakukan Pemkab Sragen dalam penggunaan TIK sehingga membuat daerah ini menjadi salah-satu rujukan kebanyakan kabupaten/kota di Indonesia sebagai model percontohan e-government. Bisa dipastikan, setiap minggu selalu ada tamu berkunjung ke kabupaten yang terletak di Jawa Tengah ini.
Bila dikilas balik, sejak 2002, kabupaten yang dinahkodai Untung Wiyono ini mulai menggunakan TI untuk menjalankan roda pemerintah. Mulai dari conneting semua satuan kerja hingga ke tingkat kecamatan, penggunaan beragam aplikasi, pelayanan publik satu pintu secara elektronis hingga melatih SDM di pemerintah agar mengerti, paham dan kini terbiasa bekerja secara elektronis. Salah-satu indikatornya bila dilihat dari penggunaan aplikasi Kantaya. Praktis semuanya serba online mulai dari daily report/monitoring/controlling setiap Satker, pengiriman data mengenai informasi dan monitoring proyek/kegiatan pada setiap Satker, agenda kerja pada setiap Satker, surat diskusi hingga forum diskusi.
Getolnya kabupaten yang separo lebih penduduknya berprofesi sebagai petani ini tak luput dari fokus utama mereka untuk meningkatkan kualitas pelayanan. “Alat untuk meningkatkan kualitas layanan ya dengan TI,” tukas Untung. Nah, jangan heran bila Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) yang pertengahan tahun lalu berubah menjadi Badan Pelayanan Terpadu (BPT), memang menyajikan layanan yang cespleng. Menggunakan aplikasi Sistem Informasi Perizinan dengan sistem One Stop Service, proses layanan berlangsung efisien, cepat, dan transparan. “Proses dokumen juga berlangsung secara otomatis disertai adanya fasilitas tracking dokumen,” terang Kepala BPT, M. Isnadi.
Dituangkannya pelayanan prima dalam visi dan misi Nasional Indonesia, menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan prima aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan keharusan dan tidak dapat diabaikan lagi, karena hal ini merupakan bagian tugas dan fungsi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
Hal itulah, menurut Isnadi, yang langsung ditangkap Pemkab Sragen dengan segera membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) melalui Keputusan Bupati Sragen Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen, sedangkan operasional secara resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2002 oleh Bupati Sragen. Kebijakan ini didukung sepenuhnya pula oleh legislatif dengan surat Ketua DPRD Kabupaten Sragen Nomor 170/288/15/2002 tangggal 27 September 2002 perihal Persetujuan Operasional UPT Kabupaten Sragen. Untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat maka Selanjutnya pada tahun 2003 telah dikuatkan dengan Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2003 dalam bentuk Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen. Kemudian untuk meningkatkan kualitas layanan maka pada tanggal 20 Juli 2006 institusi tersebut diubah menjadi Badan Pelayanan Terpadu Kabupaten dengan Perda Kabupaten Sragen Nomor 4 Tahun 2006.
Saat ini lama waktu pengurusan izin, menurut Isnadi, makin diperingkas. Meski sudah ada aturan waktu, biasanya dipercepat hingga 65%nya. “Jadi kalau dalam aturan waktunya satu minggu, kami bisa menyelesaikannya hanya 3 hari,” ujarnya. Bahkan Pada tahun ini, BPT mempercepat waktu pelayanan hingga 76%. Hasilnya? Indeks kepuasan masyarakat menyentuh angka 83,6. Sebagai gambaran, BPT menangani 59 perizinan dan 10 non perizinan. Pembagian kewenangan pelayanan telah dilimpahkan ke tingkat kecamatan berjumlah 17 perizinan.
Penggunaan TIK diakui Isnadi mampu menggerakkan sektor ekonomi. Tak hanya asal bicara, ia langsung menyodorkan sejumlah data. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri dari 2002 ke 2006 menunjukkan peningkatan dari 40.785 jiwa menjadi 58.188 jiwa. Begitu juga dengan investasi. Penggunaan TIK turut mendongkrak investasi dari 592 miliar pada 2002, empat tahun kemudian tepatnya 2006 menjadi Rp 1,2 triliun. Peningkatan juga bisa dilongok dari jumlah perusahaan yang memiliki perizinan (legalitas usaha) dari 6.373 perusahaan (2004) naik 10.293 perusahaan di tahun 2006. Setali tiga uang, perkembangan jumlah perizinan melonjak 100 persen lebih dari 2.027 menjadi 5.274, hanya dalam tempo empat tahun (2002 – 2006).
Onlinekan Desa
Sepertinya, pembangunan TIK di Kabupaten ini tak pernah berhenti. Tahun ini, Pemkab membangun jaringan ke tingkat desa yang berjumlah 208 desa. Targetnya akhir Desember ini, gawe tersebut rampung. Tersedianya infrastruktur praktis dibarengi dengan kesiapan perangkat desa yang akan mengoperasikan komputer berikut aplikasinya. Adanya jaringan hingga ke tingkat desa juga bakal membuat guyuran informasi ke masyarakat semakin banyak. Salah-satu di antaranya, masyarakat petani. Nah, di tingkat desa, terdapat 3 PNS yang menangani urusan tersebut yang mengemban tugas meng-update data dan informasi, melakukan penyuluhan pertanian, serta memberdayakan masyarakat. Dengan begitu, manfaat penggunaan TI juga bisa dirasakan oleh masyarakat di Sragen yang banyak berprofesi sebagai petani dan pedagang.
Siap Membantu Daerah Lain
Bila kebanyakan daerah membangun TIK dengan melibatkan pihak ketiga, tidak demikian dengan Sragen. Kabupaten ini melakukannya sendiri. Mulai dari belanja perangkat keras sesuai dengan kebutuhan, instalasi, hingga maintenance. “Kami in-house sendiri karena kami tahu bagaimana cara instalasi hingga maintenance,” tukas Untung. Kelebihan ini lantaran Pemkab Sragen memiliki SDM TI cukup banyak, yakni sekitar 30 staf yang memiliki latar belakang ilmu komputer serta TIK. Mereka direkrut dari berbagai perguran tinggi pada tahun 2003 menyusul semakin pentingnya kebutuhan SDM TI di Kabupaten Sragen.
Lantaran semua dilakukan secara mandiri maka meski alokasi anggaran TI tidak begitu besar output yang dihasilkan maksimal. Sedikit gambaran, dalam kurun waktu 2002 hingga 2005, jumlah dana pembangunan TI hanya Rp 1,2 juta. Angka tersebut sudah meng-online-kan semua satuan kerja hingga kecamatan, pemakaian beragam aplikasi, hingga pelatihan. “Banyak yang tidak percaya dengan dana segitu kami bisa membangun TIK seperti sekarang,” tutur Budi.
Yang menarik, mengutip pernyataan Untung, SDM TI di Pemkab Sragen siap membantu Pemkab/Pemkot yang ingin menerapkan e-government. Kehandalan SDM TI di Pemkab Sragen tak perlu diragukan. Hasil kerja nyata mereka bisa ditengok dari keberhasilan penerapan e-government di Sragen. Dijelaskan Untung, pola kerja sama antara Pemkab dengan daerah lain dilakukan secara profesional. “Jangan diartikan, kami ingin komersial. Tetapi jangan sampai transport pegawai saya hingga akomodasi ditanggung oleh kami sendiri selama membantu daerah tersebut,” katanya. Soal harga, masih kata Untung, jauh lebih murah dibandingkan harga yang dipatok vendor. “Contohnya untuk pemasangan software KTP online 2 menit. Kalau membeli di tempat lain bisa mencapai Rp 2 miliar. Kami menjualnya hanya Rp 50 juta.” Adapun daerah yang sudah bekerja sama dengan Pemkab Sragen antara lain: Lebak Banten, Balangan Kalsel, dan Dumai Riau. “Ada beberapa daerah yang sudah disurvei seperti Maros Sulsel, Bone Sulsel, Pasaman Sumbar, Pacitan Jatim,” jelas Budi seraya menambahkan beberapa daerah lain sudah masuk dalam listing. Kesediaan Pemkab membantu daerah lain, tak lepas dari niatan mereka untuk memajukan Indonesia. “Kami ingin mewarnai Indonesia,” ungkap Untung.
Sumber:
http://www.majalaheindonesia.com/sragen-ed22_2.htm
Sragen Terima Penghargaan Kabupaten Terbaik
Bupati Sragen Untung Wiyono Senin malam (27/5) menerima penghargaan Terbaik II di bidang Pemerintahan Daerah dalam ajang Trade Tourism and Investment (TTI – Award). Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Ketua DPD RI Ginanjar Kartasasmita pada Indonesia Regional Investment Forum (IRIF) yang diselenggarakan di The Rits Carlton Jakarta Pacific. RTTI Award adalah ajang kompetisi untuk memilih Gubernur, Bupati/Walikota yang memiliki kinerja terbaik di bidang perdagangan, pariwisata dan investasi daerah.
Pemberian penghargaan kepada Kabupaten Sragen tersebut setelah melalui serangkaian test dan kajian dari Dewan Juri. Penilaian kepada Kabupaten Sragen telah dilakukan oleh Dewan Juri pada tanggal 15 Mei 2008 lalu. Pada penilaian tersebut Dewan Juri telah melakukan serangkaian tanya jawab kepada Bupati Sragen Untung Wiyono. Bupati Sragen sendiri juga telah melakukan presentasi kepada Dewan Juri.
Indonesian Regional Investment Forum (IRIF) adalah bentuk kemitraan dan kerjasama untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan keuntungan berinvestasi. Menurut Wakil Ketua DPD-RI Isman Gusman yang juga Ketua Panitia Pengarah Forum Indonesia Regional Investment Forum (IRIF) 2008 saat menyampaikan sambutan dalam acara pembukaan Senin kemaren mengatakan, acara yang berslogan “Real Projects for Real Investors” itu bertujuan untuk meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi di daerah melalui peningkatan penanaman modal langsung, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran serta kemiskinan.
Forum IRIF tersebut, dibuka langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono dan dihadiri lebih dari 800 investor baik dari dalam maupun luar negeri yang siap menanamkan modalnya di Indonesia. Forum yang diselenggarakan selama dua hari ini (26 – 27 Mei) mempertemukan berbagai kalangan seperti gubernur, bupati, wali kota, dan pelaku bisnis dari seluruh Indonesia dengan pemodal internasional.
Menurut Press Release dari DPD RI, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka Forum tersebut mengharapkan kepada seluruh pemerintah daerah untuk memanfaatkan sebaik-baiknya forum ini untuk menarik investor ke daerahnya.
IRIF 2008 akan membuka peluang-peluang yang sangat besar dan saling menguntungkan. Kurang lebih 200 proyek bernilai lebih US$ 19 miliar dari 40 kabupaten/kota di Indonesia akan ditawarkan, mulai dari skala kecil hingga besar yang meliputi tambang dan energi, minyak dan gas, infrastruktur, pertanian, properti, serta pariwisata.
Selama forum berlangsung, daerah yang diundang, diberi kesempatan untuk mempresentasikan proyek yang siap digarap kepada calon investor domestik dan luar negeri. Investasi yang ditawarkan dengan cakupan sektor industri yang luas, seperti agribisnis, perkebunan, infrastruktur, pertambangan, dan energi, migas dan properti serta pariwisata.
Forum tersebut menghadirkan speaker Mr.Georg Kell (Exsecutive Director of The United National Global Compact), Mr Kenichi Ohmae (Asia’s Leading Busibess Strategist & Best Selling International Author) serta Mr. Kennet Courtis (Former Vice Chairman Golman Sachs). Selain itu juga akan menghadirkan para investor sukses yang akan membagi pengalaman dan berinteraksi dengan pimpinan daerah dan pelaku bisnis di daerah.(Humas Sragen-Hart*shn).
Sumber:
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=7474&Itemid=826
29 Mei 2008
Pemberian penghargaan kepada Kabupaten Sragen tersebut setelah melalui serangkaian test dan kajian dari Dewan Juri. Penilaian kepada Kabupaten Sragen telah dilakukan oleh Dewan Juri pada tanggal 15 Mei 2008 lalu. Pada penilaian tersebut Dewan Juri telah melakukan serangkaian tanya jawab kepada Bupati Sragen Untung Wiyono. Bupati Sragen sendiri juga telah melakukan presentasi kepada Dewan Juri.
Indonesian Regional Investment Forum (IRIF) adalah bentuk kemitraan dan kerjasama untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan keuntungan berinvestasi. Menurut Wakil Ketua DPD-RI Isman Gusman yang juga Ketua Panitia Pengarah Forum Indonesia Regional Investment Forum (IRIF) 2008 saat menyampaikan sambutan dalam acara pembukaan Senin kemaren mengatakan, acara yang berslogan “Real Projects for Real Investors” itu bertujuan untuk meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi di daerah melalui peningkatan penanaman modal langsung, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran serta kemiskinan.
Forum IRIF tersebut, dibuka langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono dan dihadiri lebih dari 800 investor baik dari dalam maupun luar negeri yang siap menanamkan modalnya di Indonesia. Forum yang diselenggarakan selama dua hari ini (26 – 27 Mei) mempertemukan berbagai kalangan seperti gubernur, bupati, wali kota, dan pelaku bisnis dari seluruh Indonesia dengan pemodal internasional.
Menurut Press Release dari DPD RI, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka Forum tersebut mengharapkan kepada seluruh pemerintah daerah untuk memanfaatkan sebaik-baiknya forum ini untuk menarik investor ke daerahnya.
IRIF 2008 akan membuka peluang-peluang yang sangat besar dan saling menguntungkan. Kurang lebih 200 proyek bernilai lebih US$ 19 miliar dari 40 kabupaten/kota di Indonesia akan ditawarkan, mulai dari skala kecil hingga besar yang meliputi tambang dan energi, minyak dan gas, infrastruktur, pertanian, properti, serta pariwisata.
Selama forum berlangsung, daerah yang diundang, diberi kesempatan untuk mempresentasikan proyek yang siap digarap kepada calon investor domestik dan luar negeri. Investasi yang ditawarkan dengan cakupan sektor industri yang luas, seperti agribisnis, perkebunan, infrastruktur, pertambangan, dan energi, migas dan properti serta pariwisata.
Forum tersebut menghadirkan speaker Mr.Georg Kell (Exsecutive Director of The United National Global Compact), Mr Kenichi Ohmae (Asia’s Leading Busibess Strategist & Best Selling International Author) serta Mr. Kennet Courtis (Former Vice Chairman Golman Sachs). Selain itu juga akan menghadirkan para investor sukses yang akan membagi pengalaman dan berinteraksi dengan pimpinan daerah dan pelaku bisnis di daerah.(Humas Sragen-Hart*shn).
Sumber:
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=7474&Itemid=826
29 Mei 2008
Kantor Maya di Kabupaten Sragen
Kantor maya di Kabupaten Sragen Jawa Tengah dapat "didirikan" setelah pemerintah daerah menerapkan e-goverment.
Kantor maya memanfaatkan sistem jaringan yang menjangkau hingga 208 desa.
Melalui kantor maya koordinasi antar perangkat pemerintah dari tingkat desa, kecamatan dan bupati menjadi lebih mudah. Rapat antar satuan kerja pun bisa dilakukan melalui telekonferensi.
Kepala daerah bisa mengontrol kinerja perangkat pemerintahan sampai tingkat desa melalui intranet yang juga dilengkapi dengan web cam.
Sistem online ini mempercepat pelaporan dan hemat anggaran. Sebab, pengiriman surat ; undangan, surat dinas dan disposisi, pertemuan antar kepala desa, camat sampai Bupati, dapat dilakukan melalui Kantaya.
Di Kantaya juga tersedia antara lain sistem informasi pemerintahan daerah, perizinan terpadu, kependudukan, kesehatan. Informasi itu bisa diakses dengan mudah hingga di tingkat desa.
Sekretaris Kelurahan Sine, Rini Ambarwati mengatakan sistem online ini bisa menghemat biaya dan waktu.
"Lebih enak, kalau dulu ada surat harus mengambil di kecamatan atau kabupaten, kalau sekarang bisa dikirim melalui surat maya yang ada di Kantaya, misal dari kecamatan atau kabupaten langsung diterima disini," kata Rini.
... kita juga bisa mengatakan sistem elektronik ini menggunakan telepon gratis VoIP dan ini bisa di upgrade melalui HP, jadi bisa telepon kemana-mana bisa gratis, bayangkan kalau seluruh kabupaten di Indonesia menggunakan teknologi ini, bisa gratis semua... (Dwiyanto)
Penerapan sistem elektronik pelayanan dapat menghemat anggaran lebih dari Rp. 2 miliar per tahun terutama untuk biaya telepon dan belanja alat tulis kantor.
Padahal, anggaran yang dikeluarkan untuk membangun jaringan dan penyediaan perangkat komputer sampai ke desa ini hanya sekitar Rp. 6 miliar.
Kepala Kantor Pengelolaan Data Elektronik Kabupaten Sragen Dwiyanto mengatakan teknologi informasi yang digunakan memungkinan lalu lintas komunikasi antar satuan kerja lebih lancar dan gratis dengan menggunakan jaringan yang ada.
"Selain ada fasilitas network sampai tingkat desa, konten didalamnya kita juga bisa mengatakan sistem elektronik ini menggunakan telepon gratis VoIP dan ini bisa di upgrade melalui HP, jadi bisa telepon kemana-mana bisa gratis, bayangkan kalau seluruh kabupaten di Indonesia menggunakan teknologi ini, bisa gratis semua," kata Dwiyanto.
Program e-goverment dilakukan oleh Bupati Sragen Untung Wiyono sejak tahun 2003 untuk tingkat Kecamatan dan tahun 2008 di tingkat desa. Selain mendapatkan berbagai penghargaan, Sragen juga dijadikan contoh bagi pemerintah daerah lain dan pemerintah pusat dalam penerapan e-goverment.
Cepat dan transparan
Di Sragen pembuatan KTP sekitar 5 menit saja dan bisa cegah KTP ganda.
Sistem pelayanan elektronik di Kabupaten Sragen Jawa Tengah juga mempermudah proses perijinan dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk KTP.
Proses pembuatan di Kabupaten Sragen hanya membutuhkan waktu beberapa menit, karena pemerintah sudah memiliki data base bagi 875.463 orang penduduknya.
Seperti pantauan BBC di Kantor Badan Perijinan Terpadu Kab. Sragen, Wahyu Wulandari (20) , Warga Mojomulyo Sragen, membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk mendapatkan KTP baru, sebagai pengganti kartu penduduknya yang hilang.
Sejumlah kecamatan di Kabupaten Sragen pembuatan KTP bisa dilakukan. Sistem online ini juga dapat mencegah KTP ganda.
Selain KTP di Kantor Badan Perijinan Terpadu masyarakat juga dapat mengurus antara lain ijin usaha, ijin kerja.
Kemauan pemerintah untuk transparan, sehingga tidak ada calo, suap dan KKN karena semua transparan seperti dalam akuarium, nah sistem inilah yang kita gunakan untuk menghilangkan praktek-praktek yang tidak baik (Isnadi)
Seperti yang dilakukan oleh dokter Triyono Nugroho yang memperpanjang ijin prakteknya sebagai dokter umum.
Dia mengatakan sistem pelayanan elektronik ini lebih cepat dan lebih transparan.
"Proses perpanjangan atau pembuatan ijin paling dua hari atau satu hari, apabila petugas yang ditunjuk ada atau yang bertandatangan yaitu kepala dinas ada di tempat, soal tarif juga sesuai dengan peraturan daerah yang ada, jadi terbuka," tambah Triyono.
Kepala Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen M Isnadi mengatakan sistem pelayanan elektronik di instansi pemerintahan dapat menghilangkan praktek suap di instansi pemerintahan, sebab semua proses berjalan dengan transparan.
"Ini kemauan pemerintah untuk transparan, sehingga tidak ada calo, suap dan KKN karena semua transparan seperti dalam akuarium, nah sistem inilah yang kita gunakan untuk menghilangkan praktek-praktek yang tidak baik," jelas Isnadi.
Isnadi menambahkan masyarakat bisa mengakses informasi secara transparan, seperti dalam mengurus ijin usaha, melalui internet bisa diketahui bagaimana tahapan ijin usaha dan mendeteksi jika ada proses perijinan yang janggal.
Sragen Techno park
Pengembangan teknlogi dilakukan di BLK Techno Park Sragen
Pengembangan teknologi terus dilakukan Kabupaten Sragen dengan mendirikan Balai Latihan Kerja Sragen Techno Park.
Kawasan terpadu ini menggabungkan kegiatan pelatihan kerja, pengembangan teknologi, dan kegiatan ekonomi.
Di Techno Park pula, uji coba dan inovasi teknologi informasi dilakukan untuk mendukung program e-goverment di Kabupaten Sragen.
ICT Director Techno Park Sragen dr. Kinik Darsono mengatakan suatu program teknologi informasi untuk menunjang e-goverment harus melalui uji coba terlebih dahulu di Techno park sebelum digunakan.
"Disini tidak hanya dikembangkan software, kestabilan software tetapi konsepnya itu sudah bener atau belum, jangan-jangan softwarenya bagus memenuhi kebutuhan sekarang, tetapi begitu dibawa ke tingkat internasional tapi ga bisa," jelas Kinik.
Pengembangan teknologi di Techno park antara lain meliputi sektor kesehatan, pendidikan dan jaringan desa. Seperti, inovasi di sektor pendidikan yang siap diluncurkan adalah windows mobile atau ponsel pendidikan.
Telepon selular itu memuat materi pendidikan dan juga animasi yang dibuat oleh para ahli di Techno park, sehingga memudahkan pelajar dalam memperoleh bahan pelajaran.
Sumber:
Sri Lestari
BBC Indonesia
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/03/100324_sragen.shtml
26 Maret 2010
Kantor maya memanfaatkan sistem jaringan yang menjangkau hingga 208 desa.
Melalui kantor maya koordinasi antar perangkat pemerintah dari tingkat desa, kecamatan dan bupati menjadi lebih mudah. Rapat antar satuan kerja pun bisa dilakukan melalui telekonferensi.
Kepala daerah bisa mengontrol kinerja perangkat pemerintahan sampai tingkat desa melalui intranet yang juga dilengkapi dengan web cam.
Sistem online ini mempercepat pelaporan dan hemat anggaran. Sebab, pengiriman surat ; undangan, surat dinas dan disposisi, pertemuan antar kepala desa, camat sampai Bupati, dapat dilakukan melalui Kantaya.
Di Kantaya juga tersedia antara lain sistem informasi pemerintahan daerah, perizinan terpadu, kependudukan, kesehatan. Informasi itu bisa diakses dengan mudah hingga di tingkat desa.
Sekretaris Kelurahan Sine, Rini Ambarwati mengatakan sistem online ini bisa menghemat biaya dan waktu.
"Lebih enak, kalau dulu ada surat harus mengambil di kecamatan atau kabupaten, kalau sekarang bisa dikirim melalui surat maya yang ada di Kantaya, misal dari kecamatan atau kabupaten langsung diterima disini," kata Rini.
... kita juga bisa mengatakan sistem elektronik ini menggunakan telepon gratis VoIP dan ini bisa di upgrade melalui HP, jadi bisa telepon kemana-mana bisa gratis, bayangkan kalau seluruh kabupaten di Indonesia menggunakan teknologi ini, bisa gratis semua... (Dwiyanto)
Penerapan sistem elektronik pelayanan dapat menghemat anggaran lebih dari Rp. 2 miliar per tahun terutama untuk biaya telepon dan belanja alat tulis kantor.
Padahal, anggaran yang dikeluarkan untuk membangun jaringan dan penyediaan perangkat komputer sampai ke desa ini hanya sekitar Rp. 6 miliar.
Kepala Kantor Pengelolaan Data Elektronik Kabupaten Sragen Dwiyanto mengatakan teknologi informasi yang digunakan memungkinan lalu lintas komunikasi antar satuan kerja lebih lancar dan gratis dengan menggunakan jaringan yang ada.
"Selain ada fasilitas network sampai tingkat desa, konten didalamnya kita juga bisa mengatakan sistem elektronik ini menggunakan telepon gratis VoIP dan ini bisa di upgrade melalui HP, jadi bisa telepon kemana-mana bisa gratis, bayangkan kalau seluruh kabupaten di Indonesia menggunakan teknologi ini, bisa gratis semua," kata Dwiyanto.
Program e-goverment dilakukan oleh Bupati Sragen Untung Wiyono sejak tahun 2003 untuk tingkat Kecamatan dan tahun 2008 di tingkat desa. Selain mendapatkan berbagai penghargaan, Sragen juga dijadikan contoh bagi pemerintah daerah lain dan pemerintah pusat dalam penerapan e-goverment.
Cepat dan transparan
Di Sragen pembuatan KTP sekitar 5 menit saja dan bisa cegah KTP ganda.
Sistem pelayanan elektronik di Kabupaten Sragen Jawa Tengah juga mempermudah proses perijinan dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk KTP.
Proses pembuatan di Kabupaten Sragen hanya membutuhkan waktu beberapa menit, karena pemerintah sudah memiliki data base bagi 875.463 orang penduduknya.
Seperti pantauan BBC di Kantor Badan Perijinan Terpadu Kab. Sragen, Wahyu Wulandari (20) , Warga Mojomulyo Sragen, membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk mendapatkan KTP baru, sebagai pengganti kartu penduduknya yang hilang.
Sejumlah kecamatan di Kabupaten Sragen pembuatan KTP bisa dilakukan. Sistem online ini juga dapat mencegah KTP ganda.
Selain KTP di Kantor Badan Perijinan Terpadu masyarakat juga dapat mengurus antara lain ijin usaha, ijin kerja.
Kemauan pemerintah untuk transparan, sehingga tidak ada calo, suap dan KKN karena semua transparan seperti dalam akuarium, nah sistem inilah yang kita gunakan untuk menghilangkan praktek-praktek yang tidak baik (Isnadi)
Seperti yang dilakukan oleh dokter Triyono Nugroho yang memperpanjang ijin prakteknya sebagai dokter umum.
Dia mengatakan sistem pelayanan elektronik ini lebih cepat dan lebih transparan.
"Proses perpanjangan atau pembuatan ijin paling dua hari atau satu hari, apabila petugas yang ditunjuk ada atau yang bertandatangan yaitu kepala dinas ada di tempat, soal tarif juga sesuai dengan peraturan daerah yang ada, jadi terbuka," tambah Triyono.
Kepala Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen M Isnadi mengatakan sistem pelayanan elektronik di instansi pemerintahan dapat menghilangkan praktek suap di instansi pemerintahan, sebab semua proses berjalan dengan transparan.
"Ini kemauan pemerintah untuk transparan, sehingga tidak ada calo, suap dan KKN karena semua transparan seperti dalam akuarium, nah sistem inilah yang kita gunakan untuk menghilangkan praktek-praktek yang tidak baik," jelas Isnadi.
Isnadi menambahkan masyarakat bisa mengakses informasi secara transparan, seperti dalam mengurus ijin usaha, melalui internet bisa diketahui bagaimana tahapan ijin usaha dan mendeteksi jika ada proses perijinan yang janggal.
Sragen Techno park
Pengembangan teknlogi dilakukan di BLK Techno Park Sragen
Pengembangan teknologi terus dilakukan Kabupaten Sragen dengan mendirikan Balai Latihan Kerja Sragen Techno Park.
Kawasan terpadu ini menggabungkan kegiatan pelatihan kerja, pengembangan teknologi, dan kegiatan ekonomi.
Di Techno Park pula, uji coba dan inovasi teknologi informasi dilakukan untuk mendukung program e-goverment di Kabupaten Sragen.
ICT Director Techno Park Sragen dr. Kinik Darsono mengatakan suatu program teknologi informasi untuk menunjang e-goverment harus melalui uji coba terlebih dahulu di Techno park sebelum digunakan.
"Disini tidak hanya dikembangkan software, kestabilan software tetapi konsepnya itu sudah bener atau belum, jangan-jangan softwarenya bagus memenuhi kebutuhan sekarang, tetapi begitu dibawa ke tingkat internasional tapi ga bisa," jelas Kinik.
Pengembangan teknologi di Techno park antara lain meliputi sektor kesehatan, pendidikan dan jaringan desa. Seperti, inovasi di sektor pendidikan yang siap diluncurkan adalah windows mobile atau ponsel pendidikan.
Telepon selular itu memuat materi pendidikan dan juga animasi yang dibuat oleh para ahli di Techno park, sehingga memudahkan pelajar dalam memperoleh bahan pelajaran.
Sumber:
Sri Lestari
BBC Indonesia
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/03/100324_sragen.shtml
26 Maret 2010
Sragen Techno Park (Perspektif ala SIMKES)
Sragen, kota kecil yang tenang tentram dengan segudang terobosan dan inovasi baru yang memberikan pengahargaan kepada seluruh masyarakatnya untuk maju, berkembang untuk menggapai kemakmuran. Dukungan pemerintah dan pelayanan terbaik, infrastruktur yang mantap, pelayanan perijinan full computerized dan online system dengan sumber daya manusia yang profesional, akses modal sangat mudah yang tersebar di seluruh desa, seluruh pasar dan seluruh kecamatan, pembinaan tenanga dari ahli di semua bidang serta fasilitas dan seluruh kecamatan, pembinaan dari tenaga ahli di semua bidang serta fasilitas pemasaran yang ditangani pemerintah.
Untuk pelayanan kesehatan dengan berbagai fasilitas yang memadai dengan dokter spesislias yang sangat lengkap bahkan e-media telah dikembangkan antara Puskesmas dengan RSUD dengan dokter spesialis yang siap melayani pasien dengan sistem online, semua begitu mudah, semua begitu akurat dan tidak ada masalah dalam layanan kesehatan. Perangkat online system telah dibangun dan dikembangkan oleh tim information and communication technology (ICT) pegawai negeri sendiri, semua satuan kerja, badan dinas, kantor, bagian kecamatan dan desa sudah online, sehingga surat, laporan dan lain-lain tidak perlu kurir akses data apapun tinggal click bahkan telepon voice, video conference gratis, camera CCTV telah dipasang di berbagai tempat strategis, dipantau oleh tim khusus antara lain polisis, tentara, satpol PP, DLLAJ, dokter dan lain-lain selama 24 jam.
Perkembangan teknologi yang ada di Sragen dipusatkan di Technopark. Technopark merupakan sebuah konsep yang dimulai dari universitas stanford, USA. Adapun visi dari Sragen Technopark yaitu untuk melatih dan membangun inovasi teknologi yang berbasis kompotensi dengan fasilitas frendly dan mengimplementasikan pada konsep CSR. Ada beberapa program pelatihan yang dijalankan di Technopark yaitu pelatihan international languange center ILC one, information communication technology (ICT), application bussines center (ABC) creative economy, Tourism Servis Center (TSC), Ego articultural center (EAC), Engineering Centers, special Care Center.
Salah satu hasil yang dibuat oleh Technopark yaitu sistem informasi e-goverment di Sragen. Adapun alur e-government yang ada di sragen yaitu seperti pada gambar di bawah ini:
Salah satu implementasi e-goverment yaitu sistem informasi manajemen RSUD. Sistem informasi manajemen RSUd yang terintegrasi meliputi :
1. Rekam medis
2. Administrasi rawat inap
3. Administrasi rawat jalan
4. Apotik
5. Poliklinik
6. Laboratory Information System
7. Gudang obat
8. Administrasi pembayaran atau billing smart
9. Smart system
10. SMS Gateway Support
Untuk sistem informasi kesehatan khususnya SIMPUS yaitu sistem yang memberi informasi tentang riwayat kesehatan (RM-rekam Medik) masyarakat di Sragen, yang bisa diakses secara online dan juga menggunakan fasilitas biometric (finger scan) dan nextcode. Dikembangkan sesuai dengan standarisasi HL7 (Amerika) dan CEN (eropa) untuk kemudahan pertukaran data dalam pengobatan jarak jauh (Telemedicine). Adapun fitur dari SIMPUS Sragen yaitu:
Registrasi pasien, pemriksaan pasien
Riwayat kesehatan pasien
Smart system (interaksi antar obat, diagnosa penyakit, dll)
KIA (kesehatan ibu dan anak)
Poli gigi
Laporan yang dibutuhkan bisa diakses secara online
Timer (mengetahui jangka waktu pemeriksaan pasien) untuk ISO dan Akreditasi
Mendukung ICD-X
Lintas platform termasuk PDA
Bagimanapun Sragen Techno Park sangat membuka cakrawala bagi mahasisa Mahasiswa SIMKES 09 UGM
Sumber:
http://simkes09ugm.wordpress.com/2010/05/04/sragen-techno-park-perspektif-ala-simkes/
Untuk pelayanan kesehatan dengan berbagai fasilitas yang memadai dengan dokter spesislias yang sangat lengkap bahkan e-media telah dikembangkan antara Puskesmas dengan RSUD dengan dokter spesialis yang siap melayani pasien dengan sistem online, semua begitu mudah, semua begitu akurat dan tidak ada masalah dalam layanan kesehatan. Perangkat online system telah dibangun dan dikembangkan oleh tim information and communication technology (ICT) pegawai negeri sendiri, semua satuan kerja, badan dinas, kantor, bagian kecamatan dan desa sudah online, sehingga surat, laporan dan lain-lain tidak perlu kurir akses data apapun tinggal click bahkan telepon voice, video conference gratis, camera CCTV telah dipasang di berbagai tempat strategis, dipantau oleh tim khusus antara lain polisis, tentara, satpol PP, DLLAJ, dokter dan lain-lain selama 24 jam.
Perkembangan teknologi yang ada di Sragen dipusatkan di Technopark. Technopark merupakan sebuah konsep yang dimulai dari universitas stanford, USA. Adapun visi dari Sragen Technopark yaitu untuk melatih dan membangun inovasi teknologi yang berbasis kompotensi dengan fasilitas frendly dan mengimplementasikan pada konsep CSR. Ada beberapa program pelatihan yang dijalankan di Technopark yaitu pelatihan international languange center ILC one, information communication technology (ICT), application bussines center (ABC) creative economy, Tourism Servis Center (TSC), Ego articultural center (EAC), Engineering Centers, special Care Center.
Salah satu hasil yang dibuat oleh Technopark yaitu sistem informasi e-goverment di Sragen. Adapun alur e-government yang ada di sragen yaitu seperti pada gambar di bawah ini:
Salah satu implementasi e-goverment yaitu sistem informasi manajemen RSUD. Sistem informasi manajemen RSUd yang terintegrasi meliputi :
1. Rekam medis
2. Administrasi rawat inap
3. Administrasi rawat jalan
4. Apotik
5. Poliklinik
6. Laboratory Information System
7. Gudang obat
8. Administrasi pembayaran atau billing smart
9. Smart system
10. SMS Gateway Support
Untuk sistem informasi kesehatan khususnya SIMPUS yaitu sistem yang memberi informasi tentang riwayat kesehatan (RM-rekam Medik) masyarakat di Sragen, yang bisa diakses secara online dan juga menggunakan fasilitas biometric (finger scan) dan nextcode. Dikembangkan sesuai dengan standarisasi HL7 (Amerika) dan CEN (eropa) untuk kemudahan pertukaran data dalam pengobatan jarak jauh (Telemedicine). Adapun fitur dari SIMPUS Sragen yaitu:
Registrasi pasien, pemriksaan pasien
Riwayat kesehatan pasien
Smart system (interaksi antar obat, diagnosa penyakit, dll)
KIA (kesehatan ibu dan anak)
Poli gigi
Laporan yang dibutuhkan bisa diakses secara online
Timer (mengetahui jangka waktu pemeriksaan pasien) untuk ISO dan Akreditasi
Mendukung ICD-X
Lintas platform termasuk PDA
Bagimanapun Sragen Techno Park sangat membuka cakrawala bagi mahasisa Mahasiswa SIMKES 09 UGM
Sumber:
http://simkes09ugm.wordpress.com/2010/05/04/sragen-techno-park-perspektif-ala-simkes/
Kab. Bandung Harus Contoh Sragen
Kab. Bandung harus mencontoh Kab. Sragen, Jawa Tengah, dalam menangani bencana banjir. Meski banjir yang melanda daerah Sragen hampir sama dengan Kab. Bandung, namun pemerintah daerah Sragen mampu menyelesaikannya dalam kurun waktu 2 tahun.
Menurut Asep Anwar, salah seorang anggota Pansus IV (Pansus Banjir dan Bencana lainnya) DPRD Kab. Bandung kepada "GM", Selasa (18/5), saat pansus mengunjungi Sragen dalam kunjungan kerja, ia sempat kaget dan kagum pada Pemkab Sragen yang begitu tanggap dalam menangani banjir. Bahkan hanya dalam kurun waktu 2 tahun, mereka bisa menanganinya hingga sekarang tidak pernah banjir lagi.
"Sragen ini dilanda banjir besar pada tahun 1997 akibat luapan Sungai Bengawan Solo. Namun mereka tanggap hingga dalam kurun waktu dua tahun, banjir itu bisa teratasi," katanya.
Pemkab Sragen, lanjut Asep, melakukan beberapa hal dalam menangani banjir. Untuk memonitoring banjir, mereka memasang kamera pemantau atau closed circuit television (CCTV) di beberapa pos dari mulai hulu sungai hingga hilir. Dengan demikian ketika Sungai Bengawan Solo meluap, baik pemerintah maupun masyarakat sudah siaga.
"Tidak hanya itu, pemerintah memberikan drum dan bambu yang siap disusun menjadi rakit. Dengan demikian ketika banjir datang, masyarakat bisa langsung mengungsi ke tempat yang lebih aman dan mengevakuasi harta miliknya dengan rakit tersebut. Untuk pengungsian pun pemerintah sudah menyediakannya hingga masyarakat yang mengungsi tidak perlu bingung mau mengungsi ke mana," katanya.
Ia mengatakan, hal tersebut didukung dengan kesadaran masyarakat setempat yang sangat tinggi. Secara sukarela mereka menghibahkan lahan mereka dan pindah ke tempat yang lebih aman. "Tingkat kesadaran masyarakat dalam penanganan bencana banjir bersama pemerintah sangat tinggi. Ini juga karena pemerintah terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan banjir, pemerintah tidak bisa bergerak sendiri," tegasnya.
Lebih lanjut Asep menuturkan, jika Kab. Sragen bisa mengatasi banjir, maka Pemkab Bandung harus menirunya, baik dengan menyediakan pengungsian, pemberian drum dan kayu, pemasangan CCTV, dan lainnya. Agar masyarakat sadar untuk pindah ke tempat yang lebih aman, pemerintah pun terus melakukan sosialisasi.
"Makanya Pemkab Bandung harus terus melakukan sosialisasi agar masyarakat bisa pindah ke tempat aman dengan kesadaran mereka sendiri. Langkah lainnya, Pemkab Bandung harus mengikuti langkah Pemkab Sragen seperti pencegahan dini dengan sistem monitoring dan lainnya," tegasnya.
Hal yang sama dikatakan Dadang Supriatna, salah seorang anggota Pansus IV dari Fraksi Golkar. Menurutnya, hal yang patut ditiru Pemkab Bandung adalah dalam perencanaan penanganan banjir. Pemkab Sragen melakukan berbagai perencanaan yang langsung diaplikasikan di lapangan. Seperti pembuatan MoU antara pemerintah pusat, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, dan masyrakat. MoU tersebut dilakukan dalam hal pembuatan embung, menyodetan, dan pelebaran sungai serta reboisasi hulu sungai.
"Dalam pembuatan embung, masyarakat dengan sukarela menghibahkan tanahnya, sedangkan untuk pengerukan dilakukan peme-rintah," katanya. (B.97)**
Sumber:
http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?wartakode=20100519090333&idkolom=beritautama
19 Mei 2010
Menurut Asep Anwar, salah seorang anggota Pansus IV (Pansus Banjir dan Bencana lainnya) DPRD Kab. Bandung kepada "GM", Selasa (18/5), saat pansus mengunjungi Sragen dalam kunjungan kerja, ia sempat kaget dan kagum pada Pemkab Sragen yang begitu tanggap dalam menangani banjir. Bahkan hanya dalam kurun waktu 2 tahun, mereka bisa menanganinya hingga sekarang tidak pernah banjir lagi.
"Sragen ini dilanda banjir besar pada tahun 1997 akibat luapan Sungai Bengawan Solo. Namun mereka tanggap hingga dalam kurun waktu dua tahun, banjir itu bisa teratasi," katanya.
Pemkab Sragen, lanjut Asep, melakukan beberapa hal dalam menangani banjir. Untuk memonitoring banjir, mereka memasang kamera pemantau atau closed circuit television (CCTV) di beberapa pos dari mulai hulu sungai hingga hilir. Dengan demikian ketika Sungai Bengawan Solo meluap, baik pemerintah maupun masyarakat sudah siaga.
"Tidak hanya itu, pemerintah memberikan drum dan bambu yang siap disusun menjadi rakit. Dengan demikian ketika banjir datang, masyarakat bisa langsung mengungsi ke tempat yang lebih aman dan mengevakuasi harta miliknya dengan rakit tersebut. Untuk pengungsian pun pemerintah sudah menyediakannya hingga masyarakat yang mengungsi tidak perlu bingung mau mengungsi ke mana," katanya.
Ia mengatakan, hal tersebut didukung dengan kesadaran masyarakat setempat yang sangat tinggi. Secara sukarela mereka menghibahkan lahan mereka dan pindah ke tempat yang lebih aman. "Tingkat kesadaran masyarakat dalam penanganan bencana banjir bersama pemerintah sangat tinggi. Ini juga karena pemerintah terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan banjir, pemerintah tidak bisa bergerak sendiri," tegasnya.
Lebih lanjut Asep menuturkan, jika Kab. Sragen bisa mengatasi banjir, maka Pemkab Bandung harus menirunya, baik dengan menyediakan pengungsian, pemberian drum dan kayu, pemasangan CCTV, dan lainnya. Agar masyarakat sadar untuk pindah ke tempat yang lebih aman, pemerintah pun terus melakukan sosialisasi.
"Makanya Pemkab Bandung harus terus melakukan sosialisasi agar masyarakat bisa pindah ke tempat aman dengan kesadaran mereka sendiri. Langkah lainnya, Pemkab Bandung harus mengikuti langkah Pemkab Sragen seperti pencegahan dini dengan sistem monitoring dan lainnya," tegasnya.
Hal yang sama dikatakan Dadang Supriatna, salah seorang anggota Pansus IV dari Fraksi Golkar. Menurutnya, hal yang patut ditiru Pemkab Bandung adalah dalam perencanaan penanganan banjir. Pemkab Sragen melakukan berbagai perencanaan yang langsung diaplikasikan di lapangan. Seperti pembuatan MoU antara pemerintah pusat, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, dan masyrakat. MoU tersebut dilakukan dalam hal pembuatan embung, menyodetan, dan pelebaran sungai serta reboisasi hulu sungai.
"Dalam pembuatan embung, masyarakat dengan sukarela menghibahkan tanahnya, sedangkan untuk pengerukan dilakukan peme-rintah," katanya. (B.97)**
Sumber:
http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?wartakode=20100519090333&idkolom=beritautama
19 Mei 2010
Sragen Raih Penghargaan Adipura Tujuh Kali Berturut-turut
Kabupaten Sragen kembali mengukir prestasi bertaraf nasional. Selama enam tahun berturut turut Kabupaten Sragen selalu memporeh penghargaan Adipura. Di tahun 2010 ini untuk ketujuh kalinya Kabupaten Sragen kembali mendapatkan penghargaan di bidang kebersihan dan penataan kota tersebut.
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono secara langsung memberikan penghargaan Adipura kepada Kabupaten Sragen, bertempat di Gedung Istana Negara Jl. Medan Merdeka Timur. Penghargaan Adipura diterima langsung oleh Bupati Sragen H. Untung Wiyono, dua pekan lalu.
Dengan diterimanya penghargaan Adipura ke tujuh kalinya tersebut menambah jumlah penghargaan tingkat nasional yang telah diraih Kabupaten Sragen. Sampai bulan Mei 2010 tercatat 73 penghargaan tingkat nasional dari berbagai bidang telah diperoleh Sragen, selama kepemimpinan Untung Wiyono.
Dijelaskan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Tata Kota Kab.Sragen Drs Budiyono, MM, Tahun 2010 ini ada 15 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang memperoleh penghargaan Adipura. Diantaranya Kota Pekalongan, Kota Magelang, Kab. Kudus, Jepara, Pati, Blora, Grobogan, Rembang, Banjarnegara, Wonosobo, Pubalingga, Cilacap, Boyolali Karanganyar dan Sragen.
Menurut Drs. Budiyono ada beberapa faktor sehingga Sragen kembali menorehkan prestasi di bidang lingkungan hidup dan penataan kota. Diantaranya tertatanya kebersihan lingkungan jalan dan penghijauan disepanjang jalan. Selain itu, lanjut dia, tertatanya ruang terbuka di kota Sragen juga menjadi daya tarik tersendiri bagi tim penilai Adipura.
Penghargaan ini juga mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat Sragen untuk menciptakan lingkungan yang bersih telah terjaga dengan baik. ”Buktinya selama tujuh tahun berturut-turut Sragen dipercaya oleh Pemerintah Pusat memperoleh penghargaan dibidang lingkungan hidup,” pungkasnya.
Kontributor Sragen : Nova
Sumber :
http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=7297
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono secara langsung memberikan penghargaan Adipura kepada Kabupaten Sragen, bertempat di Gedung Istana Negara Jl. Medan Merdeka Timur. Penghargaan Adipura diterima langsung oleh Bupati Sragen H. Untung Wiyono, dua pekan lalu.
Dengan diterimanya penghargaan Adipura ke tujuh kalinya tersebut menambah jumlah penghargaan tingkat nasional yang telah diraih Kabupaten Sragen. Sampai bulan Mei 2010 tercatat 73 penghargaan tingkat nasional dari berbagai bidang telah diperoleh Sragen, selama kepemimpinan Untung Wiyono.
Dijelaskan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Tata Kota Kab.Sragen Drs Budiyono, MM, Tahun 2010 ini ada 15 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang memperoleh penghargaan Adipura. Diantaranya Kota Pekalongan, Kota Magelang, Kab. Kudus, Jepara, Pati, Blora, Grobogan, Rembang, Banjarnegara, Wonosobo, Pubalingga, Cilacap, Boyolali Karanganyar dan Sragen.
Menurut Drs. Budiyono ada beberapa faktor sehingga Sragen kembali menorehkan prestasi di bidang lingkungan hidup dan penataan kota. Diantaranya tertatanya kebersihan lingkungan jalan dan penghijauan disepanjang jalan. Selain itu, lanjut dia, tertatanya ruang terbuka di kota Sragen juga menjadi daya tarik tersendiri bagi tim penilai Adipura.
Penghargaan ini juga mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat Sragen untuk menciptakan lingkungan yang bersih telah terjaga dengan baik. ”Buktinya selama tujuh tahun berturut-turut Sragen dipercaya oleh Pemerintah Pusat memperoleh penghargaan dibidang lingkungan hidup,” pungkasnya.
Kontributor Sragen : Nova
Sumber :
http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=7297
Langganan:
Postingan (Atom)